Percetakan - Distributor - Agency - Buku Islam - Sepatu Cibaduyut - Rokok Herbal - Sabun Sirih Terapi Kesehatan Herbal - Aquarium - Marketing Penerbit Ash-Shiddiq Press - Bisnis Ekonomi Islam - Menjalin Kerjasama Bisnis Peminat Serius Kontak e-mail: iipguru@yahoo.com atau Chatting di My Facebook atau Tinggalkan Pesan di Box IKLAN/ORDER BISNIS

KERJA SAMA BISNIS

ASHTRO BISNIS melayani kerjasama saling menguntungkan dengan cara-cara sesuai dengan Syari'at Islam.
Informasi : 081 22 100 2536

@SHTRO ROKOK HERBAL

MARKETING BANDUNG

Jumat, Agustus 21, 2009

Risalah Sholat Tarawih dari berbagai kitab

Tadarruj / Tahapan disunahkannya Sholat tarawih
Tarawih adalah : jamak dari Tarwiihah atau Tarwiihatu linnafs, atau Istirohah yaitu istirahat dari kesibukan dan kelelahan. Tarawih dalam usul adalah nama bagi duduk secara umum dan disebut duduk yang dilakukan setelah empat raka’at di malam Ramadhan yang dilakukan untuk istirahat. Dan disebut sholat tarawih karena mereka adalah berdiri panjang/lama dan didalamnya ada duduk disetiap 4 raka’at untuk istirahat, dan sholat tarawih dia adalah berdiri dibulan Ramadhan, 2 (dua) 2 (dua) walaupun terjadi perbedaan diantara fuqaha mengenai hitungan raka’atnya. Para Fuqaha bersepakat akan Sunnahnya sholat Tarawih, dari Madzhab Hanafiyyah dan sebagian dari Malikiyyah menyatakan sunnah muakkadah, dan itu merupakan sunnah bagi laki-laki maupun perempuan dan ia adalah merupakan bagian dari syiar-syiar agama yang jelas/Zhahir.

Dan sungguh telah disunnahkan oleh Rasul saw Sholat tarawih dan memberikan dorongan untuk melakuknnya. Maka bersabdalah Rasulullah saw : sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan kepada kalian saum dibualn Ramadhan dan telah aku sunahkan kepada kalian akan Sholatnya……

At Targhib Al Muthlaq : seperti yang telah disampaikan oleh abu Hurairah ra dalam Shohih Muslim dan begitu pula dari al Baihaqi juz 2 halaman 492 apa-apa yang dinashkanya bahwasannya Rasulullah saw bersabda : " barangsiapa yang berdiri dibulan Ramadhan dengan iman dan megharapkan balasan Allah swt maka Akan diampukan baginya dosa-dosanya yang telah lalu (diriwayatkan oleh Muslim dalam shohih muslim dari yahya bin yahya,diriwayatkan oleh Bukhori dari yahya bin Bakir, dan ini adalah sebuah dorongan tanpa batas dan tidak ada keharusan dalam melaksankannya, dan untuk ini Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah saw mendorong orang-orang untuk berdiri dibulan Ramadhan tanpa menjadikannya sebuah kewajiban.

Kemudian datang nash-nash yang menjadikan Qiyam dibulan Ramadhan sebuah Sunnah seiring dengan difardhukannya ibadah Shaum dibulan Ramadhan.(seperti keterangan diatas)
Buah dari Targhib/dorongan atas hal itu adalah : mendorong untuk manusia bersegera melaksanakan sholat malam/qiyam dibulan ramadhan,baik itu sendiri-sendiri atau berjama’ah bersama seorang imam yang memiliki bacaan al quran(hafal Al Quran), seperti hadits dari siti Aisyah r.ah : “adalah para sahabat sholat dimasjid Rasulullah saw, dimalam pada bulan Ramadhan terpisah2, ada yang bersama meraka 5 atau 6 orang atau lebih mereka sholat bersamanya. Kemudian keluarlah Rsulullah saw dari kamarnya setelah Isya terakhir, maka berkumpulah orang2 dan sholat bersama Rasulullah saw, dengan sholat yang panjang sepanjang malam. Kemudian beliau masuk kekamarnya dan meningalkan Al Hashir/tikar ditempatnya, maka saat siang hari kejadian malam tadi menjadi pembicaraan, maka malamnya masjid penuh dengan orang-orang dan sholat bersama rasulullah sampai akhir sholat Isya, kemudian beliau (Rasulullah saw) masuk kekamarnya, akan tetapi orang2 tetap berdiam, maka beliau bertanya apa yang mereka inginkan? Aisyah menjawab mereka ingin sholat bersamamu seperti malam kemarin, maka beliau berkata : lipatlah tikar mu ya Aisyah!...........sampai Rasulullah saw berkata :” aku khawatir ini menjadikan sesuatu yang wajib bagi kalian, maka lakukanlah amal sesuaia dengan kamampuanmu, karena sesungguhnya Allah tidak pernah bosan sampai enhgkau bosan.

Tarawih : Kitab Majmu Al Fatawa karangan Imam Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah :
Beliau menyimpulkan bahwa Sholat malam Rasulullah saw dibulan Ramadhan atau dibulan lainnya adalah beliau tidak biasa menambah lebih dari sebelas raka’at, akan tetapi sholat beliau (Rasulullah saw) sholat yang panjang. Maka ketika umat merasakan berat, ubay bin ka’ab mengimami orang – orang dijaman Umar bin Khotob 20 raka’at dan witir setelahnya, dan meringankan berdiri dengan menggandakan roka’at sebagai pengganti panjangnya berdiri.dan adalah sebagian dari ulama salaf sholat 40 rakaat maka berdirinya mereka itu lebih ringan dan witir setelahnya dengan tiga rakaat. Dan sebagian ada yang sholat 36 rakaat dan witir setelahnya dan yang terkenal dari mereka adalah melakukannya setelah sholat isya terakhir. (Disni para sahabat ingin mencontoh rasulullah saw dengan panjang berdiri, akan tetapi merasa berat, maka bacaannya tetap panjang seperti Rasulullah saw, namun roka’atnya lebih banyak ( misalkan Rasulullah membaca QS Al Baqorah dengan 2 rakaat, maka para Sahabat melakukannya dengan 4 rokaat)

Tarawih : Kitab Fiqhus Sunnah karya Sayyid Sabiq :
Syaikh Sayyid Sabiq ( setelah mengutip berbagai hadits yang mensifati sholat Rsulullah saw dimalam hari) beliau mengatakan bahwa hadits yang disampaikan oleh Siti Aisyah mengenai “ Yusholli Arba’an” ada dua kemungkinan yang pertama adalah Muttashilatbersatu (4-4-3) sesuai dengan Zahirnya hadits, sedangkan yang kedua adalah mungkin saja Munfashilat/terpisah, namun hal ini jauh dari zahir hadits kecuali ditetapkan dengan hadits sholat Rasulullah saw dimalam hari adalah “matsna-matsna”/ dua-dua… /
1. Rasulullah saw sholat 4 – 4- 3 menurut Zhair hadits,
2. Rasulullah saw sholat 2-2-2-2-2-1, dikuatkan dengan hadits yang lain (lihat Shohih muslim bab sholat Lail)
3. Rasulullah saw tmelakukan sholat malamnya beragam, pernah 9, pernah juga tiga belas ( lihat di Bukhori dan Muslim mengenai sifat sholat malam beliau)

Tarawih : Kitab Subulus Salaam Syarah bulugul maram karya Imam As son’ani:
Dalam subulus salaam ini dijelaskan sama dengan pemahaman sayyid sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunah, bahwa maksud 4-4-3 ini bisa bermakna 4 roka’at, 4 Roka’at ,lalu sholat 3 Roka’at, bisa juga 2,2,2,2, kemudian witir dengan tiga roka’at sesuai dengan hadits – hadits yang shohih lainnya, perlu dicatat bahwa selama ini terjadi salah pemahaman tentang hadits Aisyah 4-4-3 bahwa itulah hadits tentang sholat Tarawih, padahal itu menunjukan sifat sholatnya Rasulullah saw yang juga disebutkan sifat sholatnya dimalam hari baik ramadhan ataupun selain ramadhan, seperti disampaikan dikitab – kitab lainnya dengan derajat yang shohih, lihat kitab Shohih Muslim dan Bukhari. Sedangkan kesepakatan para ulama mengenai dalil sesungguhnya adalah :

“ man Qooma Romadhona iimaanan wah tisaban gufiro lahu maa taqaddama min dzambih “( berkata al Baihaqi “ diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih dari yahya bin yahya, dan diriwayatkan oleh Al Bukhori dari Abdullah bin Yusuf dari malik, dan seperti itu juga dari Abu Hurairah dalam Riwayat Al Baihaqi dan berkata : diriwayatkan oleh Al Bukhori dari Yahya bin Bakir).lihat Al Mausu’ah al Fiqhiyyah : Wizaarotu al Auqoof wasy Syu’uun al Islamiyyah Kuwait, Fiqhul Islamiy Syaikh At Tuwaijiri bab Sholat Tathowwu, Lihat juga Fathul Baari Jilid 2 bab Sholat Tarawih.

Tarawih : Kitab Shohih Muslim Bisy Syarhi An Nawawi :
Dalam kitab ini Imam Muslim menampilkan bagaimana sifat sholat Rasulullah saw, yang ternyata bukan hanya hadits dari siti Aisyah saja, akan tetapi banyak riwayat lain yang menggambarkan sifat sholat malam Rasulullah saw baik di bulan Ramadhan maupun dibulan lainnya.( lihat hadits diatas yang digaris bawahi semuanya Shohih dengan berbagai sifat yang disebutkan), dimana hal ini pula disepakati oleh Imam Bukhori. Jadi kesimpulan dari Hadits – hadits yang diriwayatkan oleh beliau (Imam Muslim) menunjukan tidak adanya kekhususan dalam melaksanakan sholat malam baik dibulan Ramadhan ataupun dibulan lainnya.


Tarawih : Kitab ‘Aunul Ma’bud syarah sunan Abu Dawud :
Lihat dari penafsiran hadits yang digaris bawahi, bahwa arti “Yusholli Arba’an” berarti empat Raka’at, adapun apa yang dijelaskan sebelumnya mengenai sholat Rasulullah saw Matsna-matsna (dua-dua) boleh jadi dilakukan diwaktu yang lain, sehingga : dua hal yang berbeda dalam pelaksanaannya apakah 4-4-3 atau 2,2,2,2,2,1 merupakan dua pekerjaan yang keduanya boleh dilakukan, karena secara keumumam hadits tidak ada yang memerintahkan sholat 4-4-3 atau 2,2,2,2,2,1 dan sebagainya, karena pada kenyataannya Rasulullah saw sholat dengan rakaat yang beragam dan tidak menetapkan akan jumlah dan cara pelaksanaannya (pen.)

Tarawih : Kitab Nailul author karya Imam Asy Syaukani :
Kesimpulan beliau dalam kitabnya, sama dengan para ulama yang lainnya, bahkan beliau menegaskan barang siapa memendekan sholat yang disebut tarawih dengan membatasi jumlah raka’at serta mengkhususkan bacaan sholat dengan bacaan tertentu, bahwa yang demikian itu tidak ditemukan dalam sunnah Rasulullah saw. ( lihat yang bergaris bawah)
Kesimpulan dari hadits lain bahwasannya siti ‘Aisyah mengabarkan sifat sholat malam Rasulullah saw seperti dibawah ini :

Dari Hadits yang digaris bawahi jelas menunjukan bahwa Rasulullah saw sholat 11 roka’at dengan salam disetiap 2 roka’at kemudian witir dengan satu roka’at.

Penutup :
Dari keterangan – keterangan yang kita dapatkan dari para Ulama salaf seperti diatas menunjukan kepada tidak adanya nash yang Menetapkan jumlah / bilangan dari Raka'at sholat Tarawih. Hal yang sering diperdebatkan selama ini meski jauh dari yang diharapkan yaitu : " bagaimana Sifat sholatnya Rasulullah saw dimalam hari baik Ramadhan ataupun tidak ;yaitu beliau berpanjang-panjang dalam rakatnya menikmati bacaannya,merasakan ketenangan saat membaca kalam Ilahi, sambil berdiri hadapan-Nya.
Masyarakat terjebak dalam pembahasan rakaat sehingga tidak jarang terjadi perpecahan dikarenakan berlebihan dalam bersikap serta menyikapi perbedaan yang terjadi.
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk menyempurnakan pemahaman kita kepada apa yang telah di syariatkan oleh-Nya serta dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Diposkan oleh ABU FAQIIH

Download RISALAH TARAWIH Lengkap di http://subhan-nurdin.blogspot.com
atau
http://www.scribd.com/doc/18942102/RISALAH-TARAWIH-Subhan-Nurdin-Ed

Jumat, Agustus 14, 2009

MLM DALAM TIMBANGAN SYARE’AT


(MULTI LEVEL MARKETING)

DALAM TIMBANGAN SYARE’AT *

0LEH : WAWAN SHOFWAN SHALEHUDDIN

_________________________________________________________________________

• Mukadimah

Sebagaimana kita maklumi bahwa dunia usaha sekarang ini makin ramai dengan pencarian dan penerapan berbagai macam sistem atau pola usaha. Tetapi bagaimanapun dunia usaha, tidak akan lepas dari perdagangan produk berupa barang dan atau jasa.

Islam telah menetapkan rambu-rambu yang jelas tegas dalam dunia usaha ini yang di dalam kitab-kitab hadis atau fiqih berada di dalam sebuah kumpulan hadis-hadis atau pembahasan kitab al-buyu’.

Pada dasarnya Islam menetapkan bahwa al-buyu’, baik berupa jual-beli, menjual atau membeli barang atau sektor jasa merupakan bagian dari muamalah (keduniaan) yang secara al-ashlu (hukum pokoknya) adalah ibahah (boleh) kecuali ada dalil yang menunjukkan haramnya.

Kami dalam hal ini merasa perlu untuk mengemukakan rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Islam. Rambu-rambu ini wajib dipatuhi, artinya dihindari jangan sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran, karena pelanggaran syar’i akan masuk kedalam hukum haram.

Allah swt. dan Rasulullah saw. telah menetapkan rambu-rambu itu, yaitu :

1. Barang dagangan tidak mengandung unsur haram

2. Harus antaradin (saling rida) antara pembeli atau penjual demikian pula dalam sektor jasa.

3. Tidak boleh Ada Bai’atain fi bai’at, shafqatain fi shafqah (dua ‘Aqad dalam satu ‘Aqad).

4. Harus bersih dari Unsur Garar atau jahalah (jual beli yang tidak jelas barang,harga,tempat, dan atau waktu)

5. Harus bersih dari Unsur Gosh (Penipuan, membodohi, produsen, pembeli atau penjual)

6. Tidak mengandung unsur Maisir ( spekulasi/gambling)

7. dilarang melakukan ihtikar (monopoli/ menimbun barang)

8. Simsar (Perantara, mediator, atau pencaloan yang menguasai dengan semena-mena atau menggelapkan harga yang mengakibatkan kerugian kepada produsen,penjual, dan atau pembeli)

9. Bebas dari unsur Riba

10. Dilarang melakukan Najasy (memuji barang tidak sesuai dengan kenyataan agar berharga mahal atau menawar dengan harga tinggi agar orang yang membeli merasa telah membeli dengan murah) Apalagi jika diiringi dengan sumpah-sumpah palsu.

Dan masih ada istilah-istilah lainnya dalam istilah jual beli dan atau sektor jasa, tetapi inti dari ketentuannya telah cukup terwakili dengan poin-poin di atas.

_________________________

* Disampaikan dalam sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam di Soreang, 1 Agustus 2009

• Sejarah Dan Perkembangan MLM

Sekitar tahun 1940-an Sistem MLM ditemukan Di A.S oleh dua orang profesor pemasaran dari Universitas Chicago. MLM mulai diterapkan dibawah pengawasan mereka dimalui dengan menjual produk vitamin dan suplement atau makanan tambahan.

MLM baru mendapat pengakuan hukum atau pengesahan secara hukum pada tahun 1953 di A.S di negara bagian California. Selanjutnya di sekitar tahun 1980-an Sistem bisnis MLM menyebar hampir ke seleruh dunia. Tetapi di Indonesia sistem bisnis MLM menjamur 1986. APLI (Data Asosiasi Penjual Langsung Indonesia), Memperkirakan bahwa pada tahun 2001 orang yang terlibat dalam jaringan sistem ini tidak kurang dari empat juta dengan kata lain distributor yang aktif dalam usaha produk dan jasa MLM. Perusahaan yang tergabung dalam APLI sekitar 30 buah, dengan berbagai produk yang ditawarkan, mulai dari obat-obatan, tas, sepatu, kosmetik, perlengkapan mobil, hingga koin emas.

Money Game (permainan Uang)

Selain MLM yang menjual produk tersebut, muncul pula MLM yang tidak menjual produk. Di sekitar akhir 1990-an mulai muncul perusahaan MLM yang dalam proses bisnisnya melakukan penarikan dana uang segar dari masyarakat melalui perekrutan anggota. Caranya sama dengan yang dilakukan dalam bisnis MLM namun jelas hanya memutar atau mendistribusikan uang dengan aturan-aturan tertentu yang pasti pihak lemah, yaitu anggota yang levelnya makin ke bawah dan terbawah akan kehilangan uangnya seperti arisan berantai. Karena pada dasarnya benefit, baik berupa komisi, bonus atau reward yang didapatkan Up line diambil dari uang pendaptaran down line dan demikian seterusnya makin tinggi lever seorang member akan makin banyak benefit yang diterimanya dan semakin rendah level seorang member, akan semakin sidikit benefit yang didapatkan bahkan bisa tidak mendapatkan atau hilangnya uang yang ditanakannnya memalui pendaptaran tersebut. Apalagi apabila perusahaan itu bangkrut. Terbukti telah cukup banyak yang pada akhirnya MLM jenis ini berakhir dengan berurusan dengan pengejaran atau penangkapan oleh pihak kepolisian karena membawa lari uang perusahaan karena jika diperhitungkan dari uang akan semakin menipis bahkan akan habis terutama bila jumlah member baru semakin berkurang apalagi jika telah jenuh sehingga tidak lagi brtambah anggota baru . MLM jenis ini tidak diragukan lagi haram hukumnya.

• Sistem dan Tujuan MLM
Sistem MLM sangat berbeda dengan sistem lainnya, yaitu dibangun berdasarkan formasi jaringan banyak level atau tingkatan. Biasanya disebut up line (tingkat atas) dan down line (tingkat bawah). Kedua tingkatan ini biasanya menggambarkan hubungan kerja pertikal. Biasanya dalam bentuk jasa, yaitu Up line akan mendapatkan hasil dari kerja down line yang down line itu merupakan hasil kerja Up line. Dengan demikan up line adalah orang yang telah berhasil mendapatkan down line, satu atau lebih down line. Demikian seterusnya jaringan ke bawah, masing masing dapat menjadi Up line dan down line. Jadi jelas sekali bisnis dengan menggunakan sistem MLM adalah bisnis yang menggunakan jaringan. Yaitu hubungan yang menjadi jaringan, yang terdiri dari up line dan down line. Walaupun terdapat juga di beberapa perusahaan tertentu menggunakan istilah lainnya. Demikian pula bentuk jaringannya, antara satu perusahaan dengan yang lain, mempunyai aturan dan mekanisme yang berbeda; ada yang vertikal dan horisontal. Misalnya ada yang menetapkan untuk mendapatkan bonus dari perusahaan, dan baru disebut satu level bila telah memiliki jaringan 5 orang di sebelah kanan, dan 5 orang di sebelah kiri. Kemudian disambung dengan level-level berikutnya hingga sampai pada titik level tertentu ke bawah yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jadi, perusahaan apapun bila menggunakan sietem ini termasuk perusahaan yang menggunakan sistem MLM walaupun ada di antara mereka yang tidak mengakuinya.
• Sistem Keanggotaan
Seseorang dapat aktif dalam salah satu jaringan bisnis MLM umumnya harus menjadi member (anggota jaringan) – ada juga yang diistilahkan dengan sebutan distributor atau agen. Untuk menjadi anggota biasanya dilakukan dengan cara mengisi formulir keanggotaan/membership dengan membayar sejumlah uang pendaftaran dan biasanya juga disertai dengan pembelian produk tertentu yang sekaligus menjadi poin. Sekali lagi bahwa perolehan point sangat penting untuk mencapai target. Hal ini dikarenakan biasanya perusahaan-perusahaan MLM menetapkan point untuk ukuran besar kecilnya bonus yang didapat. Point itu dihasilkan berdasarkan pembelian langsung dan tidak langsung. Pembelian langsung maksudnya dilakukan oleh anggota tersebut, sedangkan pembelian tidak langsung biasanya dilakukan oleh jaringan yang dibuat anggota tersebut selanjutnya munculah istilah bonus jaringan. Karena dua kelebihan inilah, biasanya bisnis multilevel marketing ini diminati banyak kalangan. Ditambah sudah dipastikan adanya discont atau potongan harga yang tidak diberikan kepada orang yang tidak menjadi member. Namun, ada juga point yang menentukan bonus member ditentukan bukan oleh pembelian baik langsung maupun tidak, melainkan oleh referee / mediator (pemakelaran) yang dilakukan terhadap orang lain, agar orang tersebut menjadi member dan termasuk di dalamnya pembelian produk dengan kata lain mengajak atau mensponsori.
Dalan hal ini, seorang member/distributor/agen harus mensponsori orang lain agar menjadi member/distributor/agen dan orang ini menjadi down line-nya. Begitu seterusnya seorang anggota jika ingin sukses wajib melakukan rekrutment keanggotaan lalu membimbing down line-nya dan agar down line-nya itu melakukan hal yang sama (duplikasi), sampai menjadi sebuah jaringan ke bawah atau bahkan ke samping untuk mensponsori orang lain lagi dan membentuk jaringan, sehingga orang yang menjadi up line akan mendapat bonus jaringan atau komisi kepemimpinan.

Dengan keterangan-keterangan di atas tampak jelas bahwa MLM (Multi Level Marketing) sebagai bisnis pemasaran adalah bisnis yang dibangun berdasarkan formasi jaringan tertentu, baik vertikal dan horizontal top-down (atas-bawah), atau left-right (kiri-kanan), atau perpaduan antara keduanya. Dari susunan yang digambarkan biasanya mengambarkan benefit (keuntungan) berupa, komisi, bonus, reward dan lainnya.

• Macam-macam Bonus

Macam-macam bonus yang dijanjikan biasanya berupa :

1. Bonus pembelian langsung (anggota membeli sendiri baik untuk dirinya maupun orang lain, baik uang sendiri atau uang orang lain. Setelah mencapai point tertentu akan mendapat bonus atau reward)

2. Bonus pembelian tidak langsung (anggota hasil rekrutment membeli baik untuk dirinya maupun orang lain dengan uang dirinya atau uang orang lain)

3. Bonus jaringan atau istilah lainnya komisi dari mensponsori atau rekrutment, bimbingan, dan kepemimpinan setelah mencapai target jaringan dengan level tertentu .

Inilah gambaran umum sistem jaringan yang dipergunakan dalam bisnis MLM. (Sumber: Business School, Robert T. Kiyosaki, 2003; Network Indonesia; MLM Indonesia. com; Republika Online; Pikiran Rakyat Cyber Media; Kosmis.org; WorldNet International Incorporation)

• Beberapa Pendapat

Selanjutnya kami kedepankan beberapa pendapat tentang MLM

1. Yang Mengharamkan

[a] Shafqatain fi shafqah, atau bay’atayn fi bay’ah. Akad pertama adalah akad bay’ (jual-beli), sedangkan akad kedua akad samsarah (pemakelaran). Padahal bisnis dengan akad seperti ini terlarang berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasai dan at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian”. Dalam hal ini, as-Syafi’i memberikan keterangan (syarh) terhadap maksud bay’atayn fi bay’ah (dua pembelian dalam satu pembelian), dengan menyatakan: Jika seseorang mengatakan : Saya jual budak ini kepada anda dengan harga 1000, dengan catatan anda menjual rumah anda kepada saya dengan harga segini. Artinya, jika anda menetapkan milik anda menjadi milik saya, sayapun menetapkan milik saya menjadi milik anda. (Nailul Authar, Juz V, hal 248-249)

[b] Terjadinya pemakelaran atas pemakelaran, atau samsarah ‘ala samsarah. Up line atau TCO atau apalah namanya, adalah simsar (makelar), baik bagi pemilik langsung, atau tidak, yang kemudian memakelari down line di bawahnya, dan selanjutnya down line di bawahnya menjadi makelar bagi down line di bawahnya lagi. Meskipun perusahaan tersebut menggunakan istilah sponsor atau promotor. Praktek ini bertentangan dengan samsarah dalam Islam yang menetapkan pemakelaran itu dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, yang berstatus sebagai pemilik (maalik). Bukan dilakukan oleh seseorang terhadap sesama makelar yang lain. Karena itu, memakelari makelar atau samsarah ‘ala samsarah tidak diperbolehkan. Sebab, kedudukan makelar adalah sebagai orang tengah (mutawassith). Atau orang yang mempertemukan (muslih) dua kepentingan yang berbeda; kepentingan penjual dan pembeli. Jika dia menjadi penengah orang tengah (mutawasith ‘ala al-mutawasith), maka statusnya tidak lagi sebagai penengah. Dan gugurlah kedudukannya sebagai penengah, atau makelar. Inilah fakta makelar dan pemakelaran dalam sistem MLM.

Karena pada sistemnya terdapat shafqatayn fi shafqah (dua akad dalam satu transaksi) dan samsarah ‘ala samsarah (pemakelaran atas pemakelaran), maka kelompok pertama berpendapat bahwa bisnis dengan MLM tersebut, sekalipun produk yang dijualnya halal, hukumnya tetap haram. (Lihat, Drs. Hafidz Abdurrahman, MA, Hukum Syara’ Bisnis MLM)

Pendapat Kedua: MLM Syubhat

Dalam menetapkan hukum MLM, kelompok ini melihat dari amrin khariji (faktor eksternal), yakni efek negatif, bukan masalah akadnya itu sendiri. Kelompok ini setelah menimbang unsur-unsur pada sistem MLM, antara lain

[a] dharar (membahayakan dan berdampak negatif), seperti obsesi yang berlebihan untuk mencapai target tertentu karena terpacu oleh sistem ini. Banyak diantara kaum muslimin dan aktifis dakwah keluar dari kerjaan tetapnya karena terobsesi akan mendapat harta yang banyak dengan waktu yang singkat, Pemanfaatan sarana kantor untuk menawarkan produk ini, dll.a

[b] ikhtilath, yakni suasana yang tidak kondusif bahkan mengarah pada pola hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan.

[c] kezhaliman dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak mendapat imbalan yang setimpal dengan kerja yang telah ia lakukan, sedangkan bagi mereka yang berhasil melalui target akan memperoleh imbalan yang berlebih, semakin besar perolehan targetnya semakin besar pula kelebihan imbalan tersebut.

Padahal Nabi telah bersabda, antara lain

[a] “Janganlah kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain” (H.r. Ibnu Majah dan Ad-Daruqutni).

[b] “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan” (H.r. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i).

[c] “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan diantara keduanya ada hal-hal yang syubhat dimana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa jatuh pada syubhat berarti telah jatuhpada yang haram”. (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).

Kemudian qaidah fiqhiyah “Meninggalkan kerusakaan lebih didahulukan dari mengambil manfaat”.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, kelompok kedua berpendapat bahwa bisnis dengan sistem MLM hukumnya syubhat. (Lihat, Fatwa Dewan Syariah Partai Keadilan, tentang Bisnis Dengan Sistem Multi Level Marketing Khususnya Pada Perusahaan Amway/Cni, No. Fatwa: 02/K/DS-PK/VI/1419)

Pendapat Ketiga: MLM Halal

Kelompok ini berpendapat bahwa sistem MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam, baik dilihat dari aspek ‘akad transaksi maupun unsur-unsur lainnya, dengan alasan :

[a] bisnis MLM jelas menyangkut jual beli, dan Islam menghalalkan kegiatan jual beli dengan sejumlah persyaratan. Antara lain, ada penjual dan pembeli, ada barang yang diperjualbelikan, serta produk tersebut tidak dilarang.

[b] tidak ada paksaan bagi penjual untuk menjual dan pembeli untuk membeli. Semua pihak suka sama suka melakukan transaksi dan dilakukan oleh orang yang sudah berakal.

[c] ada pernyataan dari penjual produk tersebut dijual dan jawaban pembeli bahwa produk itu dibeli.

Melihat syarat-syarat pelaksanaan jual beli itu, jelaslah bahwa MLM tidak bertentangan dengan syariat Islam. (Lihat, Tarmizi Yusuf, Strategi MLM Secara Cerdas dan Halal, Network Indonesia, lihat Majalah al Qudwah edisi 53 – 55)

• Ulasan dan komentar

Perlu dikemukakan di sini bahwa MLM yang beredar di Indonesia, tidak kurang dari 600 MLM yang telah disahkan secara undang-undang. Dan telah ada dibawah naungan APLI (Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia). Oleh karena itu rasanya tidak mungkin untuk membahasnya satu persatu. Kami mencoba untuk mengerucutkan masalah-masalah yang sering disoroti oleh umat Islam.

Menurut hemat kami, prinsip MLM (Multi Level Marketing) atau sistem net work atau jaringan kerja telah ada di dalam Islam. Umpamanya tentang pemberian pahala kepada orang yang menyampaikan ilmu kepada seseorang lalu seseorang itu menyampaikan kepada lebih banyak orang. Maka tentu orang yang pertama kali mengajarkan ilmu itu bisa mendapatkan pahala paling banyak karena ia akan mendapat pahala sebanding dengan semua yang didapat oleh murid-murinya atau cucu buyut muridnya. Demikian pula di dalam praktek dakwah, sedekah jariyah, dan anak saleh yang mendoakan, serta kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam hal ini terjadi yang di dalam istilah MLM di sebut komisi, bonus, dan pasif income. Yang berkerja mendapat imbalan dan orang yang seolah sudah tidak bekerja tetapi terus mendapat keuntungan dari hasil jasanya bahkan walau ia telah wafat.

Melihat perkembangan MLM dalam praktek bisnis barang dan jasa, untuk menetapkan halal haramnya harus dilihat dari jenis barang yang diperjual belikan serta syarat-syarat perpindahan hak milik di antara produsen, perusahaan, penjual, pembeli, dan perantara. Jika memenuhi syarat-syarat sah perpindahan hak milik menurut syariat Islam, maka MLM itu halal bahkan jelas menjadi bagian dari solusi cerdas dalam kesultan ekonomi yang tengah dirasakan oleh umat. Tetapi jika barang yang menjadi komoditasnya haram atau salah satu syarat perpindahan hak milik dengan cara yang dilarang oleh Syareat Islam, maka MLM itu menjadi haram. Jadi halal dan haramnya MLM bergantung atas jenis barang yang diperdagangkan serta muatan syarat-syarat perpindahan hak milik yang ada di dalamnya, baik berupa jual beli atau upah dari jasa.

• Analisis Masalah dan Solusi

Biasanya ketika menganalisis MLM tidak lepas dari beberapa persoalan yang meliputi :

1. Untuk menjadi member (anggota) biasanya pada waktu pendaptaran calon member disyaratkan membayar sejumlah uang tertentu. Dan biasanya diiringi dengan pembelian produk tertentu sekaligus menjadi poin pertama yang didapatkan.

Haram – Apabila terdapat sifat garar (ketidak-jelasan barang apa yang akan didapatkan artinya bisa menguntungkan bisa juga merugikan) dan mengandung unsur maisir, bahkan mengandung dharar. Karena pendaptar dipaksa membeli barang yang belum tentu diharapkan, secara spekulasi/untung-untungan. Apalagi tidak jelas ada dan tidaknya barang yang dijual.

Halal - Apabila calon anggota telah mengetahui barang yang akan dibelinya dan saling rida karena saling menguntungkan. Apalagi dengan rincian jelas peruntukan uang yang dibayarkan pada waktu itu secara objektif.

2. Sering terjadi Monopoli produk tertentu sehingga hanya dijual, dibeli, dan didistribusikan di dalam lingkup mereka saja (ihtikar).

Haram – Apabila menjadikan suatu barang yang dibutuhkan oleh masarakat luas, hanya beredar dilingkungan mereka. Sehingga siapa pun tidak bisa mendapatkannya kecuali menjadi anggota terlebih dahulu. Jelas ini menimbulkan madarat yang luas.

Halal - Apabila barang itu diedarkan pula di luar, atau diproduksi barang sejenis dengan kegunaan atau manfaat yang sama, bisa didapatkan ditempat lain. Atau perusahaan itu atau perusahaan lainnya membuat yang sejenis yang didistribusikan diluar jaringan mereka.

3. Up line menerima komisi, bonus, dan keuntungan lainnya dari hasil usaha/keringat orang lain khususnya dari usaha/keringat down line.

Haram

a. Jika komisi, bonus, atau reward didapatkan oleh Up line dari down line dan down line tidak mendapatkan keuntungan yang setimpal dari hasil penjualan produknya artinya ada hak down line yang dirampas.

b.Apabila menggunakan cara target sales (tutup poin) dalam jangka waktu tertentu. Yaitu umpamanya apabila dalam waktu sebulan tidak mencapai terget maka bonus itu hangus dan segala keuntungan yang telah dihasilkan kembali menjadi milik perusahaan (plush out).

c. Membatasi bonus jaringan hanya pada level tertentu umpamanya hanya sampai sepuluh level, maka walaupun masih terdapat level lebih dan menghasilkan keuntungan, keuntungan akan diambil oleh peusahaan (plush out)

d. Sistim binari (bina kanan bina kiri) yaitu menerapkan keseimbangan jaringan ke sebelah kanan dan kiri secara seimbang. Jika hanya yang sebelah kanan yang berjalan sementara yang sebelah kiri tidak, maka bonus dari jaringan yang jalan sebelah itu menjadi milik perusahaan (plush out). Jelas pada sistem ini mengandung kezaliman, darar, dan mengandung unsur maisir.

Halal –

Apabila unsur kezalinan dan maisirnya dihapuskan.Yaitu :

a. apabila up line dan down line masing-masing mendapat benefit/keuntungan yang sesuai dan wajar sesuai dengan status dan jasanya apapun nama keuntungan tersebut, tanpa ada penghangusan atau diambil oleh perusahaan, baik ke kanan ke kiri, level ke bawah. Jadi, tidak ada hak anggota yang dirampas dengan aturan yang dibuat perusahaan.

b. Tidak menghanguskan keuntungan/perusahaan mengambil keuntungan yang telah dihasilkan dengan alasan tidak mencapai target waktu (tutup poin). Jelasnya yang berhak tetap menerima haknya.

5. Dalam hal pembelian produk sering terdapat pemaksaan dalam membeli produk tersebut.

Haram – Apabila pemaksaan baik oleh perusahaan terhadap member atau Up line terhadap down line dalam pemmbelian produk, padahal produk itu tidak dibutuhkan oleh pembeli.

Halal – Apabila pembelian produk itu sesuai dengan kebutuhan dan keperluan pembeli.

6. Terdapat Praktek perantara (percaloan) atau mediator (simsar).

Haram - apabila terjadi penguasaan harga produk oleh makelar/calo sehingga mengakibatkan kebutuhan tidak terpenuhi serta pelambungan harga yang tidak rasional atau pembohongan/penggelapan harga. Sebab ini mengandung unsur adalah darar dan zalim

Halal – Apabila jadi perantara antara produsen, agen, penjual dan pembeli dan mendapat komisi/keuntungan yang sesuai dengan kesepakatan atau jasanya tanpa ada pihak yang dibohongi atau dirugikan. Hal ini berlaku baik hanya satu perantara atau lebih.

• Kesimpulan :

1. Praktek MLM yang tanpa hanya mempermainkan uang, yaitu perusahaan mengambil uang anggota, dan up line diberi komisi atau bonus diambil dari uang pendaptaran anggota (down line) hukumnya haram

2. MLM yang memperjual-belikan barang/produk yang haram hukumnya haram.

3. MLM yang menggunakan sistem yang mengandung unsur haram hukumnya haram

4. MLM yang memperjual-belikan barang atau produk yang halal dengan sistem yang tidak mengandung unsur yang haram hukum halal.

• Dalil-dalil terlampir

LAMPIRAN DALIL-DALIL

1. Mendapat benefit (keuntungan) dari keringat orang lain tetapi hasil yang sesuai dari jasa menanam, didikan, atau binaan

عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي فَقَالَ مَا عِنْدِي فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari, ia berkata,”Seseorang datang kepada Nabi saw. lalu berkata,’Sesungguhnya saya di perbarukan maka bawalah saya.’ Maka Rasululah menjawab, Saya tidak mempunyainya’ Seseorang berkata,’Wahai Rasulullah, saya menunjukkannya kepada orang yang akan membawanya.’ Rasulullah saw. bersabda,’Siapa yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, baginya pahala sebanding dengan yang pelakunya’ Sahih Muslim, III; 1503. 1893

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ اِلإنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Dari Abu Huraerah bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda,”Apabila manusia mati terputuslah amalnya darinya kecual tiga macam; Sedekah jariah; ilmu yang dimanfaatkan; dan anak saleh yang mendoakannya.” Sahih Muslim, III : 1255

عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا قَالَ نَعَمْ الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالِإسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لاَ تُوصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا

Dari Abu Usaid Malik bin bin Rabi’ah As-Saidi, ia berkata,”Ketika kami berada dekat Rasulullah saw. tiba-tiba datang menghampiri beliau seorang laki-laki dari Bani Salamah, ia berkata,’Wahai Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu dari berbuat baik kepada kedua orang tua saya setelah kewafatan keduanya?’ Beliau menjawab,’Benar, mendoakan kebaikan bagi mereka, memohonkan ampunan bagi mereka, menunaikan janji-janji mereka, menyambungkan selaturahim yang hanya tersambung karena mereka, serta menghormati sahabat-sahabat mereka.’” H.r. Abu Daud, IV : 336, Al-Baehaqi, Syu’abul iman, VI : 199, dan Al-Hakim, IV : 171.

* Haramnya Riba

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(275)

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Q.s. Albaqarah : 275.

عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ قَالَ قُلْتُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ قَالَ إِنَّمَا نُحَدِّثُ بِمَا سَمِعْنَا

Dari Alqamah dari Abdulah, ia berkata,”Rasulullah saw. melaknat pemakan riba dan yang memberi makannya, beliau bersabda,’Aku katakan,’Pencatatnya, dan dua saksi.’ Ia berkata lagi,’Kami menceritakan hanya yang kami telah mendengarnya.’” H.r. Muslim, III : 1218.

* Menjual barang yang haram

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ

Dari Jabir bin Abdulah r.a bahwa ia mendengar Rasulullah saw. telah bersabda waktu Futuh Mekah dan beliau berada di Mekah,”Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi, dan patung-patung sembahan.’ Ditanyakan kepada beliau,’Wahai Rasulullah,’Apa yang anda lihat lemak-lemak bangkai, karena itu hanya dipergunakan melamur perahu mewangikan kulit-kulit dan digunakan penerangan oleh orang-orang?’ Beliau menjawab,’Tidak, tetap dia itu haram’ Dalam pada itu Rasulullah saw. bersabda lagi, ‘Allah membinasakan Yahudi, sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak-lemak (yang diharamkan), mereka mengolahnya kemudian menjualnya lalu memakan harganya. H.r. Sahih Al-Bukhari, IV : 1695 dan Sahih Muslim, III : 1207

* Larangan Jual beli garar dan spekulasi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Dari Abu Huraerah, ia berkata,”Rasulullah saw. melarang jual beli dengan lemparan batu dan jual beli yang belum jelas.” Sahih Muslim, III : 1153.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةُ اشْتِرَاءُ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ فِي رُءُوسِ النَّخْلِ

Dari Abu Said Al-Khudri r.a bahwasannya Rasulullah saw. melarang muzabanah (menukar barang yang jelas dengan yang tidak jelas), muhaqalah (menjual biji-bijian yang masih diurainya), dan muzabanah (membeli yang masih dipohonnya dengan kering).’” H.r. Mushanaf Ibnu Abu Syaibah, IV : 507.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُخَاضَرَةِ وَالْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُزَابَنَةِ

Dari Anas bin Malik r.a bawba ia telah berkata,”Rasulullah saw. melarang muhaqalah, muhadharah (menjual makanan yang masih hijau belum tentu dapat dimakan), mulamasah (jual beli kain hanya dengan disentuh tanpa dilihat), Munabadzah (membeli luas tanah dengan ukuran sejauh batu dilemparkan pembeli), dan muzabanah H.r. Musnad Ahmad, III : 6, Sahih Al-Bukhari, II : 763, Sahih Muslim, III : 1175, Abu Daud, III : 262, Malik Al-Muwatha, II : 625, Sahih Ibnu Hiban, XI : 371.

* Dua transaksi dalam satu transaksi

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ

Dari Abu Huraerah r.a, ia berkata,”Rasulullah saw. melarang dua transaksi dalam satu transaksi.”

H.r. Sahih Ibnu Hiban, XI : 347. Sunan At-Tirmidzi, III : 533

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِي بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوْ الرِّبَا

Dari Abu Huraerah r.a, ia berkata,”Nabi saw. telah bersabda,” Siapa yang jual beli dua transaksi dalam satu transaksi, baginya harga yang kurang atau termasuk riba.” Sunan Abu Daud, III : 374.

عَنْ عَمْرُو بْنِ شُعَيْبٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ حَتَّى ذَكَرَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ وَلَا شَرْطَانِ فِي بَيْعٍ وَلَا رِبْحُ مَا لَمْ تَضْمَنْ وَلَا بَيْعُ مَا لَيْسَ عِنْدَكَ

Dari Amr bin Syuaib, bapak-ku menceritakan ari bapaknya sampai ia menyebut Abdulah bin Amr, ia berkata,”Rasulullah saw. telah bersabda,” Tidak halal pinjam dan jual dan tidak halal dua syarat dalam satu transaksi, dan tidak (hakal) dari barang yang tidak ia tanggung, dan tidak ada jual barang yang tidak ada padamu.’” H.r. Sunan Abu Daud, III : 383.

* Larangan menimbun dan Monopoli.

عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ

Dari Ma’mar bin Abdulah dari Rasulullah saw., beliau telah bersabda,”Tidak menimbun (monopoli) kecuali orang yang bersalah” Sahih Muslim, III : 1228.Sunan At-Tirmidzi, III : 567, Sunan Abu Daud, III : 271, Sunan Ibnu majah, II : 728.Musnad Ahmad bin Hanbal, III : 453.

* Larangan perantara/percaloan/mediator yang merugikan

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ فَقُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا قَوْلُهُ لَا يَبِيعُ حَاضِرٌ لِبَادٍ قَالَ لَا يَكُونُ لَهُ سِمْسَارًا

Dari ibnu Abas r.a, ia berkata,”Rasulullah saw. telah bersabda,”Janganlah kamu mencegat kafilah pedagang sebelum sampai ke pasar (sebelum diketahui harganya), janganlah orang kota hanya berjualan kepada orang desa.’ Saya (Thawus) bertanya kepada Ibnu Abas,’Apakah yang dimaksud orang kota hanya menjual kepada orang desa itu ?’ Ia menjawab,’ Janganlah menjadi mediator (yang merugikan). H.r. Al-Bukhari

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَلَقَّوْا الرُّكْبَانَ وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا يَبِعْ حَاضِرٌ لِبَادٍ …

Dari Abu Huraerah r.a bahwasannya Rasulullah saw. telah bersabda,”Janganlah mencegat pedagang sebelum sampai ke pasar, janganlah menjual sebagian kamu jualan sebagian lainnya, dan janganlah saling melakukan nanajasy, jangan orang kota hanya menjual kepada orang dosa…’” H.r. Al-Bukhari dan Muslim

عَنْ ابْنِ سِيرِينَ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ تَلَقَّوْا الْجَلَبَ فَمَنْ تَلَقَّاهُ فَاشْتَرَى مِنْهُ فَإِذَا أَتَى سَيِّدُهُ السُّوقَ فَهُوَ بِالْخِيَارِ

Dari Ibnu Sirin, ia berkata,”Saya mendengar Abu Huraerah berkata,”Bahwasannya Rasulullah saw. telah bersabda,’Janganlah kamu cegat barang yang datang dari luar kota. Siapa yang mencegatnya lalu membeli sesuatu daripadanya, kemudian pemiliknya datang kepasar, maka ia boleh memilihnya antara jadi menjual atau menarik barangnya kembali.’” H.r. Muslim, III : 1157.

* Larangan melakukan penipuan atau pembohongan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

Dari Abu Huraerah bahwasannya Rasulullah saw telah melewati tumpukan makanan, maka beliau memasukkan tangannya pada makanan itu, lalu jari-jari beliau menjangkau basahan, beliau bersabda,”Apakah ini wahai pemilik makanan?’ Ia menjawab,’Dikenai air hujan wahai Rasulullah.’Mengapa tidak kau jadikan (yang basah) tersimpan di atas makanan agar dapat dilihat oleh orang-orang. Siapa yang menipu umatku, ia bukan dari golonganku.’” H.r. Muslim, I : 99.

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثَ مِرَارٍ قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ : أَلْمُسْبِلُ وَالْمَنَانُ وَالْمُنْفِقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Dari Abu Dzar, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Tiga orang yang tidak akan diajak bicara, tidak akan diperhatikan, tidak akan disucikan oleh Allah pada hari kiamat, dan mereka mendapat siksa yang pedih” Kata Abu Dzar, “Rasulullah mengucapkannya sebanyak tiga kali” Abu Dzar berkata, “Siapa mereka yang celaka dan merugi itu wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Orang yang melabuhkan pakaian, yang mengungkit-ungkit pemberian, dan menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu”. H.r. Muslim, Shahih Muslim, I:102; Ibnu Hiban. Shahih Ibnu Hiban, XI:272; Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi, II:346-347; Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, II:42; An-Nasai, Sunan An-Nasai, V:81; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:744; Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, V:165; Al-Bazzar, Musnad Al-Bazzar, IX:417; Ahmad, Musnad Ahmad, V:162. Redaksi di atas riwayat Muslim.

* Mengurangi ukuran, timbangan, korupsi

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ(1)اَلَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ(2)وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ(3)

1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2.(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.

* Tidak Boleh Menawar Barang yang Sedang Ditawar Orang Lain

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ

Dari Abu Huraerah bahwasannya Rasulullah saw telah bersabda,”Janganlah seseorang menawar barang yang sedang ditawar oleh sodaranya.” H.r. Muslim, III : 1154

* Tidak boleh merugikan orang lain

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى أَنْ لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Dari ubadah bin Ash-Shamit bahwasannya Rasulullah saw. telah menetapkan bahwa tidak ada kemadaratan dan tidak pula mendatangkan madarat.” H.r. Ibnu Majah, II : 784.

* Meninggalkan yang meragukan

عَنْ أَبِي الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيِّ قَالَ قُلْتُ لِلْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ مَا حَفِظْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ وَفِي الْحَدِيثِ قِصَّةٌ قَالَ وَأَبُو الْحَوْرَاءِ السَّعْدِيُّ اسْمُهُ رَبِيعَةُ بْنُ شَيْبَانَ قَالَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ بُرَيْدٍ فَذَكَرَ نَحْوَهُ

Jumat, Agustus 07, 2009

DO'A-DO'A SEPUTAR RAMADHAN



D. SEPUTAR SHAUM RAMADLAN

1. DO’A BERBUKA SHAUM (1)
Dari Abu Zuhrah, Rasulullah SAW jika berbuka berdo’a:
اَللــّٰـهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
ALLOHUMMA LAKA SHUMTU WA ‘ALA RIZQIKA AFTORTU
Ya Allah bagimu aku berpuasa dan atas rizki-Mu aku berbuka.
(HR. Ibnu Abi Syaibah & Ad-Daruquthny)

2. DO’A BERBUKA SHAUM (2)
Dari Marwan: “Aku melihat Ibnu Umar mengelus janggutnya lalu berhenti dan berkata: “Adalah Rasulullalh SAW jika berbuka membaca:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتـَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثـَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
DZAHABAD DLOMA-U WABTALATIL ’URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA-ALLOH
Telah hilang rasa lapar dan basahlah tenggorokan, tetaplah pahala atas kehendak Allah.
(HR. Abu Dawud)

3. DO’A LAILATUL QADAR
Dari Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku bertepatan dengan Lailatul qadar, apa yang kubaca?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah:
اَللــّٰـهُمَّ إِنــَّكَ عَفُوٌّ تــُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
ALLOHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNY
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau mencintai ampunan, maka ampunilah aku.
(HR. Imam yang lima kecuali Abu Dawud)

4. TAKBIR PADA ‘ID
Dari Salman berkata: Bertakbirlah dengan :
اَلله ُأَكْبَرُ اَلله ُأَكْبَرُ اَلله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا
ALLOHU AKBAR ALLOHU AKBAR ALLOHU AKBAR KABIRO
Allah Maha Agung 3 x Sebenar benarnya Keagungan
(HR. Abdurrazaq)
Kalimat takbir dari Umar dan Ibnu Mas’ud:
اَلله ُأَكْبَرُ اَلله ُأَكْبَرُ لاَ إِلــٰـهَ ِإلاَّ الله ُوَالله ُأَكْبَرُ
اَلله ُأَكْبَرُ وَ ِللهِ اْلحَمْدُ
ALLOHU AKBAR ALLOHU AKBAR LA ILAHA ILLAL
LOH WALLOHU AKBAR ALLOHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD
Allah Maha Agung 2 x Tiada tuhan selain Allah dan Allah Maha Agung, Allah Maha Agung dan bagi Allah segala pujian.
(Fathul Bari II:462)

5. DO’A TAHNI-AH ‘ID
Dari Jubair Bin Nufair berkata: “Para shahabat Nabi SAW jika mereka bertemu pada hari Raya, satu sama lain saling mengucapkan;
تَقَبَّلَ الله ُمِنَّا وَمِنْكَ
TAQOBBALALLOHU MINNA WA MINKA
Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua.
(Fathul Bari:II:446)

27. MEMBACA AL-QUR'AN SEBELUM TAHAJUD / tarawih (1)
Dari Kuraib, bekas budak Ibnu Abbas, sesungguhnya Abdullah Bin Abbas menceritakan kepadanya bahwa pada satu malam dia tinggal di rumah Maimunah, istri Nabi SAW, dia adalah bibinya. Lalu dia berbaring di tempat tidurnya dan Rasulullah SAW pun berbaring dan keluarganya. Kemudian beliau bangun ketika pertengahan malam atau sesaat sebelum atau sesudah tengah malam. Rasulullah SAW bangun kemudian duduk dan mengusap wajahnya setelah tidur kemudian membaca sepuluh ayat terakhir dari surat Ali Imran kemudian ia bangkit mengambil tempat air lalu berwudlu dengan sempurna kemudian beliau shalat. Ibnu Abbas berkata: “Kemudian aku menyusul dan melakukan seperti yang beliau lakukan dan bergegas di sampingnya, lalu beliau meletakkan tangan kanannya atas kepalaku dan memegang telingaku yang kanan, lalu beliau shalat dua raka’at, lalu dua raka’at, lalu dua raka’at, lalu dua raka’at, lalu dua raka’at, lalu dua raka’at, lalu berwitir. Beliau berbaring sampai datang mu-adzin, lalu bangun dan shalat dua raka’at yang ringan kemudian keluar melaksanakan shalat shubuh. (HR. Al-Bukhari)
Penjelasan :
- 10 ayat yang dimaksud dalam Muslim dimulai dari ayat 190

QS. Ali Imran 190-200
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
َلآ يَاتٍ ِلأُولِي ْالأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ رَبَّنَا
مَا خَلَقْتَ هـٰـذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْـزَيــْتـَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ
أَنـــْصَارٍ رَبَّنَا إِنــَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِْْلإِيْمَانِ أَنْ ءَامِنُوا بِرَبــِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذ ُنــُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئاَتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ اْلأَبــْرَارِ رَبَّنَا وَءَاتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلاَ تــُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيعَادَ  فَاسْتــَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنــِّي لاَ أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنــْثــَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذ ُوا فِي سَبِيـلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا
َلأُ كَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئـَاتِهِمْ وَََ َلأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ
تـَجْرِي مِنْ تـَحْتِهَااْلأَنــْهَارُ ثـَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللهِ وَالله ُعِنْدَهُ
حُسْنُ الثــَّوَابِ لاَ يَغُرَّنــَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا
فِي الْبِلاَ دِ مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثــُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبــِئــْسَ الْمِهَادُ
 لـٰـكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلاً مِنْ عِنْدِ اللهِ وَمَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ ِلِْلأَبــْرَارِ إِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَمَا أُنــْزِلَ
إِلَيْكُمْ وَمَا أُنــْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ ِللهِ لاَ يَشْتـَرُونَ بِآيَاتِ اللهِ ثـَمَنًاقَلِيلاً أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبــِّهِمْ إِنَّ اللهَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ  يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اصْبِرُوا
وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhan-mu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan-nya bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
(QS. Ali Imran : 190-200)

28. DO’A TAHAJUD (2)
Dari Ibnu Abbas RA Sesungguhnya Rasulullah SAW jika hendak melaksanakan shalat di ujung malam (Tahajud) beliau berdo’a :
اَللــّٰـهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ أَنــْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنــْتَ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ أَنــْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ أَنــْتَ الْحَقُّ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاؤُكَ الْحَقُّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اَللــّٰـهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبــِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ خَاصَمْتُ وَبِكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ
وَمَا أَخَّرْتُ وَأَسْرَرْتُ وَأَعْلَنْتُ وَمَا أَنــْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي
لاَ إِلــٰـهَ إِلاَّ أَنــْتَ
ALOHUMMA ROBBANA LAKAL HAMDU ANTA QOYYIMUS SAMAWATI WAL ARDLI WA LAKAL HAMDU ANTA ROBBUS SAMAWATI WAL ARDLI WA MAN FIHINNA WA LAKAL HAMDU ANTA NURUS SAMAWATI WAL ARDLI WA MAN FIHINNA ANTAL HAQ WA QOULUKAL HAQ WA WA’DUKAL HAQ WA LIQOUKA HAQ WAL JANNATU HAQ WAN NARU HAQ WAS SA’ATU HAQ. ALLOHUMMA LAKA ASLAMTU WA BIKA AMANTU WA ‘ALAIKA TAWAKALTU WA ILAIKA KHOSOMTU WA BIKA HAKAMTU FAGFIRLI MA QODDAMTU WA MA AKHORTU WA ASRORTU WA A’LANTU WA MA ANTA A’LAMU BIHI MINNI LA ILAHA ILLA ANTA.
“Ya Allah Rabb kami, bagi-Mu segala puji. Engkau penguasa langit dan bumi. Bagi-Mu pujian, Engkau pengurus langit, bumi dan seisinya. Bagi-Mu pujian, Engkau cahaya langit, bumi dan seisinya. Engkau lah kebenaran, firman-Mu benar, dan janji-Mu adalah benar, perjumpaan dengan-Mu adalah benar, surga-Mu adalah benar, neraka adalah benar dan hari kiamat adalah benar. Ya Allah kepada-Mu aku berserah, beriman, bertawakal dan kepada-Mu aku bersandar dan mengadu serta berhukum, maka ampunilah aku atas dosa yang terdahulu dan terakhir, yang tersembunyi dan terlihat serta yang Engkau lebih ketahui daripada aku. Tiada Tuhan selain Engkau”. (HR. Al-Bukhari)
Penjelasan :
- Abu Abdillah, Qais Bin Sa’d Abu Az-Zubair dari Thawus membacanya QOYYAM. Mujahid membacanya AL-QOYYUMUL QO-IMU ‘ALA KULLI SYAI-IN. Umar membacanya QOYYAM.
- Do’a ini dibaca sebelum shalat tahajud. Imam Ibnu Khuzaimah berpendapat dibaca setelah takbiratulihrom sebagai do’a iftitah.

29. DO’A TAHAJUD (3)
Dari Ibnu Abdirrahman Bin Abra dari ayahnya Sesungguhnya Rasulullah SAW jika berwitir dengan (membaca pada raka’at pertama) SABBIHISMA ROBBIKAL A’LA, (raka’at kedua beliau membaca) QULYA AYYUHAL KAFIRUN dan (raka’at ketiga beliau membaca) QULHUWALLOHU AHAD, dan beliau jika telah salam membaca:
سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ
SUBHANAL MALIKIL QUDDUS (3X)
“Maha suci Yang Maha Kuasa Yang Maha Kudus” (3x)
beliau meninggikan bacaannya pada yang ketiga.
(HR. An-Nasa-i)

30. DO’A TAHAJUD (4)
Dari Aisyah RA ia berkata: Aku tidak melihat Rasulullah SAW pada suatu malam di tempat tidur, maka aku mencari-cari sampai aku menyentuh tumitnya dan beliau di tempat shalatnya, beliau sedang berdo’a:
اَللــّٰـهُمَّ أَعُوذ ُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذ ُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنــْتَ
كَمَا أَثــْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
ALLOHUMMA A’UDZU BIRIDLOKA MIN SAKHOTIKA WA BI MU’AFATIKA MIN ‘UQUBATIKA WA A’UDZU-BIKA MINKA LA UHSHI TSANA-AN ‘ALAIKA ANTA KAMA ATSNAITA ‘ALA NAFSIK
“Ya Allah aku berlindung dengan ridla-Mu dari murka-Mu dan dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu dan aku berlindung dari-Mu kepada-Mu, tiada terhitung pujian atas-Mu seperti Engkau puji diri-Mu.” (HR. Muslim)
Penjelasan :
- Istilah tahajud sama dengan witir, qiyamullail, qiyamu ramadlan ataupun tarawih.
- Jumlah raka’atnya ganjil, dalam semalam tidak lebih dari 11 raka’at atau jika dilakukan setelah tidur dahulu ditambah 2 raka’at shalat iftitah sebelum yang 11 menjadi 13 raka’at.
- Cara pelaksanaannya antara lain :
a. 4 rkt + 4 rkt + 3 rkt
b. 3 x 2 rkt + 5 rkt
c. 4 x 2 rkt + 3 rkt
d. 5 x 2 rkt + 1 rkt
e. 4 rkt + 5 rkt + 2 rkt
f. 9 rkt (tahiyat awal pada raka’at ke 8) + 2 rkt
g. 7 rkt (tahiyat awal pada raka’at ke 6) + 2 rkt
h. 2 x 2 rkt + 5 rkt + 2 rkt

- Waktu pelaksanaan shalat tahajud setelah shalat Isya sampai datang waktu shubuh, baik sebelum tidur atau sesudah tidur.
- Dalam riwayat Muslim, QS. Ali Imran : 190-200 dibaca sambil menatap langit.


DO'A IFTHAR PALSU

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ و بك أمنت وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ برحمتك يا أرحم الراحمين

TIDAK ADA HADITSNYA !
Dalam Kitab "Mirqatul Mafatih" dinyatakan:

وأما ما اشتهر على الألسنة اللهم لك صمت [ وبك آمنت ] وعلى رزقك أفطرت فزيادة وبك آمنت لا أصل لها ، وإن كان معناها صحيحاً ، وكذا زيادة وعليك توكلت ولصوم غد نويت بل النية باللسان من البدعة الحسنة .
مرقاة المفاتيح ج 4 ص 426

"...Adapun do'a yang populer dengan tambahan WA BIKA AMANTU... tidak ada asalnya walaupun maknanya baik. (IV:426)

DO'A BUKA PUASA YG DLO'IF
Ditulis oleh : Al Ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat

Di bawah ini akan saya turunkan beberapa hadits tentang dzikir atau do’a di waktu berbuka puasa, kemudian akan saya terangkan satu persatu derajadnya sekalian. Maka, apa-apa yang telah saya lemahkan (secara ilmu hadits) tidak boleh dipakai atau diamalkan lagi, dan mana yang telah saya nyatakan syah (shahih atau hasan) bolehlah saudara-saudara amalkan. Kemudian saya iringi dengan tambahan keterangan tentang kelemahan beberapa hadits lemah tentang keutamaan puasa yang sering dibacakan di mimbar-mimbar khususnya di bulan Ramadhan.


HADITS PERTAMA

Artinya :

“Dari Ibnu Abbas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Shumna wa ala Rizqika Aftharna, Allahumma Taqabbal Minna Innaka Antas Samiul ‘Alim (artinya : Ya Allah ! untuk-Mu aku berpuasa dan atas rizkqi dari-Mu kami berbuka. Ya Allah ! Terimalah amal-amal kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Mengetahui).

(Riwayat : Daruqutni di kitab Sunannya, Ibnu Sunni di kitabnya ‘Amal Yaum wa-Lailah No. 473. Thabrani di kitabnya Mu’jamul Kabir).

Sanad hadits ini sangat Lemah/Dloif
Pertama :
Ada seorang rawi yang bernama : Abdul Malik bin Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang sangat lemah.
Kata Imam Ahmad bin Hambal : Abdul Malik Dlo’if
Kata Imam Yahya : Kadzdzab (pendusta)
Kata Imam Ibnu Hibban : pemalsu hadits
Kata Imam Dzahabi : di dituduh pemalsu hadits
Kata Imam Abu Hatim : Matruk (orang yang ditinggalkan riwayatnya)
Kata Imam Sa’dy : Dajjal, pendusta.

Kedua :
Di sanad hadits ini juga ada bapaknya Abdul Malik yaitu : Harun bin ‘Antarah. Dia ini rawi yang diperselisihkan oleh para ulama ahli hadits. Imam Daruquthni telah melemahkannya. Sedangkan Imam Ibnu Hibban telah berkata : munkarul hadits (orang yang diingkari haditsnya), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.

Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qoyyim, Ibnu Hajar, Al-Haitsami dan Al-Albani, dll.

Periksalah kitab-kitab berikut :
Mizanul I’tidal 2/666
Majmau Zawaid 3/156 oleh Imam Haitsami
Zaadul Ma’ad di kitab Shiam/Puasa oleh Imam Ibnul Qoyyim
Irwaul Gholil 4/36-39 oleh Muhaddist Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

HADITS KEDUA

Artinya :

“Dari Anas, ia berkata : Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Apabila berbuka beliau mengucapkan : Bismillah, Allahumma Laka Shumtu Wa Alla Rizqika Aftartu (artinya : Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berbuka puasa dan atas rizqi dari-Mu aku berbuka).

(Riwayat : Thabrani di kitabnya Mu’jam Shogir hal 189 dan Mu’jam Auwshath).

Sanad hadits ini Lemah/Dlo’if

Pertama :
Di sanad hadist ini ada Ismail bin Amr Al-Bajaly. Dia seorang rawi yang lemah.
Imam Dzahabi mengatakan di kitabnya Adl-Dhu’afa : Bukan hanya satu orang saja yang telah melemahkannya.
Kata Imam Ibnu ‘Ady : Ia menceritakan hadits-hadits yang tidak boleh diturut.
Kata Imam Abu Hatim dan Daruquthni : Lemah !
Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Dia inilah yang meriwayatkan hadits lemah bahwa imam tidak boleh adzan (lihat : Mizanul I’tidal 1/239).

Kedua :
Di sanad ini juga ada Dawud bin Az-Zibriqaan.
Kata Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Dia ini lebih jelek dari Ismail bin Amr Al-Bajaly.
Kata Imam Abu Dawud, Abu Zur’ah dan Ibnu Hajar : Matruk.
Kata Imam Ibnu ‘Ady : Umumnya apa yang ia riwayatkan tidak boleh diturut (lihat Mizanul I’tidal 2/7)
Sepengetahuan saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) : Al-Ustadz Abdul Qadir Hassan membawakan riwayat Thabrani ini di Risalah Puasa tapi beliau diam tentang derajad hadits ini ?


HADITS KETIGA

Artinya :
“Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan : Allahumma Laka Sumtu wa ‘Alaa Rizqika Aftartu.”

(Riwayat : Abu Dawud No. 2358, Baihaqi 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Suni) Lafadz dan arti bacaan di hadits ini sama dengan riwayat/hadits yang ke 2 kecuali awalnya tidak pakai Bismillah.)

Dan sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.

Pertama :
“MURSAL, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.


HADITS KEEMPAT

Artinya :

“Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila berbuka (puasa) beliau mengucapkan :

ذَهَبَ الظَمَأُ، وَابْتَلَّتِ اْلعُرُوقُ، وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.

DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa allah).

(Hadits HASAN, riwayat : Abu Dawud No. 2357, Nasa’i 1/66. Daruquthni dan ia mengatakan sanad hadits ini HASAN. Hakim 1/422 Baihaqy 4/239) Al-Albani menyetujui apa yang dikatakan Daruquthni.!

Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Rawi-rawi dalam sanad hadits ini semuanya kepercayaan (tsiqah), kecuali Husain bin Waaqid seorang rawi yang tsiqah tapi padanya ada sedikit kelemahan (Tahdzibut-Tahdzib 2/373). Maka tepatlah kalau dikatakan hadits ini HASAN.


KESIMPULAN

Maka dari penjelasan al ustadz ‘Abdul Hakim ‘Abdat di atas, maka doa berbuka puasa yang benar adalah DZAHABAZH ZHAAMA-U WABTALLATIL ‘URUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH (artinya : Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan/urat-urat, dan telah tetap ganjaran/pahala, Inysa Allah).

Doa berbuka puasa yang diambil dari hadits yang ke 1,2 dan 3 karena tidak syah (sangat dloif dan dloif) maka tidak boleh lagi diamalkan.

Sedangkan hadits yang ke 4 karena riwayatnya telah syah maka bolehlah kita amalkan jika kita suka (karena hukumnya sunnat saja).

***
Ditulis ulang dari milis As Sunnah online tanggal 03 Maret 2000

PENJELASAN :


Awalnya dari kajian Hadits Dlo’if karya Abdul Hakim Abdat pada hadits ke-3 yang menyimpulkan bahwa Do’a ke-3 itu dla’if dan tidak bisa diamalkan. Saya cari menggunakan Software hadits “Al-Jame’ Al-Kabir” dan “Maktabah Syamilah” ditemukan riwayat Ibnu Abi Syaibah ini :
مصنف ابن أبي شيبة ج: 2 ص: 344
109 ما قالوا في الصائم إذا أفطر ما يقول 9744 حدثنا محمد بن فضيل عن حصين عن أبي هريرة قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام أفطر قال اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت قال وكان الربيع بن خثيم يقول الحمد الله الذي أعانني فصمت ورزقني فأفطرت

Ibnu Abi Syaibah
dari
Muhammad Bin Fudlail
dari
Hushain Bin Abdurrahman
dari
Abi Hurairah. RA

Lalu saya telusuri setiap rawi mulai dari Ibnu Abi Syaibah dst sampai Abu Hurairah. Namun ketika sampai pada rawi Hushain Bin Abdurrahman ternyata tidak ada gurunya yang bernama Abu Hurairah atau Abdurrahman Bin Shakhr (nama Asli Abu Hurairah). Memang Abu Hurairah pernah menyampaikan hadits kepada yang namanya Hushain, tetapi Hushain Bin Al-Lajlaj bukan Hushain Bin Abdurrahman rawi hadits ini.

Setelah sekian lama mencari korelasi antar rawi hadits ini, ternyata bukan dari Abu Hurairah tetapi dari Abu Zuhrah, sebagaimana dimuat dalam Kitab Do’a Muhammad Bin Fudlail ini,

الدعاء لابن فضيل ، اسم المؤلف: أبو عبد الرحمن محمد بن فضيل بن غزوان الضبي الوفاة: 195هـ ، دار النشر : مكتبة الرشد – الرياض – 1419هـ - 1999م ، الطبعة : الأولى ، تحقيق : د عبد العزيز بن سليمان بن إبراهيم البعيمي
66 حدثنا ابن فضيل حدثنا حصين عن أبي زهرة قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر يقول ( اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت )

الدعاء لابن فضيل ج 1 ص 237

Alhamdulillah, Allah melindungi kita dari kesalahan ini…

Maka hadits ke-3 riwayat Ibnu Abi Syaibah memiliki silsilah sanad rawi yang sama dengan riwayat Abu Dawud pada rawi Hushain dan Abu Zuhrah/Mu'adz Bin Zuhroh.

Adapun status Muhammad Bin Fudlail dari Hushain dari Abu Zuhrah
- Muhammad Bin Fudlail bin ghazwan bin Jarir : Tsiqat, memang menurut Ahmad Bin Hanbal "ia dituduh syi'i namun Haditsnya hasan." ia juga rawi Al-Bukhari
- Hushain Bin Abdirrahman, tsiqat.

Selanjutnya, saya fokuskan kepada rowi yang dijadikan alasan hadits ini dianggap dlo'if;

Pertama :
“MURSAL, karena Mu’adz bin (Abi) Zur’ah seorang Tabi’in bukan shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (hadits Mursal adalah : seorang tabi’in meriwayatkan langsung dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa perantara shahabat).

Kedua :
“Selain itu, Mu’adz bin Abi Zuhrah ini seorang rawi yang MAJHUL. Tidak ada yang meriwayatkan dari padanya kecuali Hushain bin Abdurrahman. Sedang Ibnu Abi Hatim di kitabnya Jarh wat Ta’dil tidak menerangkan tentang celaan dan pujian baginya”.

RIWAYAT IBNU ABI SYAIBAH (HADITS KETIGA), DLO'IFKAH ?

Sebenarnya alasan dlo'if yang kedua sudah terjawab oleh Ibnu Hajar Al-'Asqalany dalam Syarah Abu Dawud sbb:

…Mu’adz Bin Zuhrah dan ada yang menyebut Abu Zuhrah Adh-Dhibby At-Tabi’i. Dalam At-Taqrib disebutkan. Seperti asalnya adalah Maqbul, hadits darinya mursal sehingga membingungkan siapa shahabat yang menyampaikannya secara mursal dengan ungkapan “telah menyampaikan kepada kami, sesungguhnya Rasulullah SAW…”

Ibnu Hajar berpendapat: (Abu Dawud) mengeluarkan hadits ini dalam sunan dan “al-Marasil” dengan satu lafadz. Al-Bukhari menyebutkan nama Mu’adz sebagai tabi’in tetapi ia berkata Mu’adz Abu (Zuhrah). Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam ‘rawi tsiqat” sedangkan Al-Syairazy mencantumkannya dalam “shahabat” tapi disalahkan oleh Al-Mustagfiry. Mungkin saja hadits ini “Maushul” walaupun Mu’adz seorang tabi’in karena ada kemungkinan ia menyampaikan dari shahabat, karenanya Abu Dawud memuatnya dalam Sunan nya dan juga dalam “Al-Marasil” (Faidhul qadir V:106)

Sedangkan bantahan yang kedua dimuat oleh al-'Asqalany dalam Tuhfatul Asyraf تحفة الأشراف ج 13 ص 313 antara lain menyebutkan bahwa kalimat BALAGHOHU memungkinkan hadits ini MAUSHUL bersambung sanadnya.

Diantara yang memandang hadits ini hasan dan tidak mendlo'ifkannya serta tentunya MA'MUL BIH (bisa diamalkan) termuat dalam :

1. Asnal Mathalib

وينبغي له أَنْ يَقُولَ بَعْدَ وفي نُسْخَةٍ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ أبو دَاوُد بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ لَكِنَّهُ مُرْسَلٌ وَرُوِيَ أَيْضًا أَنَّهُ صلى اللَّهُ عليه وسلم كان يقول حِينَئِذٍ اللَّهُمَّ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
أسنى المطالب في شرح روض الطالب ج 1 ص 422

2. Raudhatul Muhadditsin

Abdul Qadir Al-Arnauth menyatakan : "Namun hadits ini memiliki syawahid yang menguatkannya."

روضة المحدثين - (ج 10 / ص 304)
4729 - عن معاذ بن زهرة أنه بلغه أن النبى صلى الله عليه وسلم كان إذا أفطر قال : " اللهم لك صمت و على رزقك أفطرت " .
** د
( الأذكار 162/1 )
** مرسل
** تعقيب : قال عبد القادر الأرناؤوط 1 / 162 : و لكن له شواهد يقوى بها .

3. Badrul Munir. "Hadits ini diriwayatkan pula secara muttasil."

وقد روي هذا الحديث متصلاً أيضاً ، رواه الدارقطني في
( ( سننه ) ) ( 6 ) من حديث ابن عباس مرفوعاً وقال : ' صمنا وأفطرنا '
البدر المنير ج 5 ص 361

4. Tuhfatul Muhtaj : "Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan ia tidak mendlo'ifkannya.

رواه أبو داود ولم يضعفه وهو مرسل

تحفة المحتاج ج 2 ص 96

5. Zadul Ma'ad ; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mencantumkan do'a ini
زاد المعاد ج 2 ص 237

Catatan : Mursal tabi'in (Abu Zuhroh) termasuk mursal yg dimungkinkan dari rawi tsiqat sehingga Abu Dawud memuatnya dalam "Al-Marasil" juga riwayat "Balaghat" ada kemungkinan Maushul seperti riwayat Imam Malik. (Mausu'ah 'Ulum Hadits Syarif, Wizaratul Awqaf,Mesir : 186)

(Mengapa do'a Tidak Terkabul, Subhan Nurdin)
Wallohu A'lam Bish Showwab

Selasa, Agustus 04, 2009

ZAKAT PERDAGANGAN

Permasalahan zakat sudah banyak disinggung dalam buku dan kitab fiqh Islam. Urgensi dan keutamaannya-pun sudah banyak diketahui kaum muslimin. Sangat disayangkan sosialisasi pada tataran teknis banyak umat islam yang belum mengetahui secara rinci bagaimana pola Rasulullah SAW dan para shahabatnya menangani perzakatan ini. Ironisnya lagi, tidak sedikit kaum muslimin yang mengelak dari kewajiban menunaikan zakat. Padahal para penolak zakat sangat dikecam sebagaimana pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq mereka dipandang sebagai pemberontak (bughat) yang harus diperangi. Mengapa Abu Bakar sangat tegas dalam pelaksanaan syari’at zakat ini ? Karena kewajiban zakat dalam Islam setara dengan kewajiban shalat. Tapi mengapa ketika kita menyaksikan orang yang sudah terkena kewajiban zakat tidak berzakat dibiarkan begitu saja, tidak seperti ketika kita melihat yang meninggalkan shalat ?! Maka risalah ringkas ini setidaknya menjadi bahan renungan sesama muslim dalam hukum zakat barang perdagangan, agar harta keuntungan umat Islam semakin berkah dan mendatangkan kesejahteraan lahir dan bathin.

Hukum Perdagangan dalam Perundang-undangan
Hukum dagang dalam fiqh Islam termasuk dalam mu’amalah maliyah atau hukum yang mengatur hubungan manusia dalam masalah harta dan kekayaan.
Hukum dagang dalam perundang-undangan umum modern adalah bagian dari hukum privat, atau merupakan jenis khusus dari hukum perdata. (Kode Etik Dagang menurut Islam, 18-20)
Pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaurrasyidun diantaranya Khalifah Umar Bin Khattab, undang-undang perniagaan diatur berdasarkan syari’at Islam dan para qadli yang diangkat di setiap daerah mempunyai kewenangan menerapkan dan mengawasi jalannya undang-undang perniagaan tersebut. Khalifah Umar disamping menjadi kepala Negara juga bertanggung jawab penuh atas terlaksananya syari’at Islam pada tataran masyarakat bawah diantaranya dengan selalu memantau pola kehidupan masyarakat termasuk dalam masalah perniagaan. Kisah yang paling popular ialah ketika beliau berkeliling ke pelosok negeri dan bertemu dengan gadis penjual susu yang jujur dan tidak mau mencampurnya dengan air agar mendapat keuntungan lebih dengan cara yang bertentangan dengan syari’at Islam. Dalam sebuah hadits-pun disebutkan; Dari Jiyad bin Hudair ra berkata : “Umar mempekerjakanku atas sepersepuluh. Dan memerintahkanku agar aku mengambil dari pedagang-pedagang muslim dua setengah persen.” (HR. Abu Ubaid al-Qasimy Ibnu Salam dari Kitabul Amwal:640)
Dikisahkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengirim petugas pemungut zakat kepada Khalid Bin Walid yang pernah berdagang perkakas perang. Khalid tidak mengeluarkan zakatnya, sehingga pemungut zakat tadi mengadu kepada Rasulullah SAW, maka beliau bersabda: “…Adapun Khalid, kalian telah menganiayanya. Sesungguhnya ia telah mewaqafkan baju-baju besinya dan peralatan perangnya di jalan Allah.” (HSR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa masalah peniagaan dan segala hal yang berhubungan dengan ibadah mu’amalah termasuk juga masalah pengelolaan zakat ditangani oleh Negara dan institusi kenegaraan. Namun tidak berarti ketika Negara tidak menangani perzakatan ini, kewajiban zakat tijaroh terhapus dan tidak dilaksanakan. Karena sebagaimana sebelumnya disinggung bahwa hukum perdagangan termasuk hukum perdata yang setingkat dengan hukum waris, nikah dan sejenisnya, maka selayaknya umat Islam tetap memperhatikan hukum perdagangan sesuai dengan syari’at Islam sambil tetap mengupayakan agar hukum Islam menyangkut perdagangan dan perzakatan masuk pada perundang-undangan Negara. Karena hanya dengan syari’at Islam, harta umat Islam menjadi berkah dan menjadi kebajikan.

Makna Tijaroh (Perdagangan)
Tijaroh sebagaimana yang telah didefinisikan oleh pada fuqaha ialah pengusahaan harta benda dengan penggantian harta benda yang lain. (Raddul Mukhtar, 18:2)
Barang tijaroh ialah apa yang disiapkan untuk usaha dengan jalan jual beli.
Sebagian mendefinisikan : apa yang disiapkan untuk jual beli dengan tujuan mendapat keuntungan. (Mathalib Ulin Nahyi, 96:2)
Suatu barang milik dikatagorikan sebagai tijaroh jika terdapat dua unsur yang tidak terpisah
1. terjadi transaksi jual beli
2. niat untuk mendapatkan keuntungan

Barang yang wajib zakat tijaroh
1. MA NU’IDDU LIL BAI’ : apapun yang disiapkan untuk dijual
2. AL-BAZZU : jenis kain (pakaian), perlengkapan rumah seperti pakaian, furniture, peralatan dan sebagainya.

Dalil-dalil tentang tijaroh
1. “Apabila telah selesai shalat, maka hendaklah kalian bertebaran di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan sebutlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian memperoleh keberuntungan. (QS. 62:10)
2. “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kalian di bumi, dan Kami adakan bagi kalian di atasnya (sumber-sumber) penghidupan. (QS.7:10)
3. “Saling tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kalian saling menolong dalam perbuatan dosa dsan permusuhan.” (QS. 5:2)
4. Rasulullah SAW bersabda : “ “Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya berusaha dalam mencari yang halal.” (HR. Ath-Thabrany dan Dailami dari Ali Bin Abi Thalib)
5. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab setelah selesai shalat menjumpai sekelompok orang yang larut dan duduk bertafakur di dalam masjid dengan alas an tawakkal kepada Allah, sertamerta beliau memperingatkan : “Janganlah sekali-kali di antara kalian ada yang duduk-duduk enggan mencari rizki dan (hanya) berdo’a: Ya Allah limpahkanlah rizki kepadaku!” Padahal ia telah mengetahui bahwa langit tidak menurunkan hujan emas dan perak.

Kewajiban zakat tijaroh
1. QS. Al-Baqarah :

Mujahid berkata : “ayat ini turun berkenaan dengan tijaroh (perdagangan).
2. Dari Samrah Bin Jundab ra berkata : “Adalah Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk mengeluarkan shadaqah (zakat) dari sesuatu yang kami persiapkan untuk dijual.” HR. Abu Dawud, pada sanadnya lemah karena ada rawi Salman Bin Samrah majhul. Ad-Daruquthny dan al-Bazzar juga meriwayatkan hadits ini. Ibnu Abdil Bar memandang hasan sebagaimana dalam Nasburrayah, 2:376)
3. Rasulullah SAW bersabda: “dalam unta ada zakatnya, dalam sapi ada zakatnya, dalam pakaian ada zakatnya.” (HR. Al-Hakim. Ad-Daruquthny dan al-Baihaqy menganggap kuat)

Ibnu Al-Mundzir berkata : “Telah ijma’ tentang kewajiban zakat pada barang dagangan.” Fuqaha yang tujuh telah berpendapat tentang kewajibannya walaupun mereka menyatakan jangan mengkafirkan orang yang mengingkarinya, karena ada perbedaan pendapat tentang hal itu. (Subulussalam II:136)

Adakah Nishab & Haul pada zakat tijaroh ?
Nishab adalah batas minimal harta benda atau nilai untuk dikeluarkan zakatnya.
Haul ialah harta benda atau nilai yang telah dimiliki selama satu tahun Qamariyah.
Berdasarkan hadits hadits di atas, pada zakat tijaroh nishabnya ialah MAA NU’IDDU LIL BAI’ artinya apapun dan atau berapapun nilai barangnya yang dipersiapkan untuk dijual, terkena kewajiban zakat tijaroh.
Adapun tentang haul, karena nishabnya muthlaq (tidak terikat) maka sebelum atau sesudah haulpun boleh dilakukan perhitungan zakatnya. Namun bagi para pedagang untuk mempermudah pembukuan biasanya menggunakan haul ini. Kedua cara tersebut pernah terjadi sebagaimana hadits di bawah ini :
Rasulullah SAW bersabda : Tidak ada (kewajiban) zakat harta sehingga sampai haul (satu tahun Qamariyah)
Telah berkata Ali : “Sesungguhnya Abbas bin Abdul Muthalib telah meminta kepada Nabi SAW untuk mengeluarkan zakatnya sebelum sampai waktunya, maka Nabi SAW mengizinkan hal itu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan yang lainnya) Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisy dari Abi Rafi’ bahwa Rasulullah SAW pernah meminjam dari Abbas zakat setahun di muka. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrany dan Al-BAzzar dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW pernah meminjam dari Abbas zakat tahun yang dulu dan tahun ini.”

Besarnya zakat tijaroh
Hadits yang menyebutkan dengan sharih (jelas) kadar besarnya zakat tijaroh tidak ada. Khalifah Umar bin Khattab dan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz menerapkan ketentuan 2,5 % untuk zakat tijaroh ini. Karenanya kita berpedoman kepada atsar Khulafaurrasyidun dalam ketentuan besarnya kewajiban zakat tijaroh ini.

Mustahiq Zakat Tijaroh
Mustahiq zakat tijaroh adalah 8 ashnaf yang tercantum dalam QS. At-Taubah : 60. Adapun prioritas mustahiq ialah karib kerabat atau keluarga terdekat si muzakki berdasarkan al-Qur’an dan hadits

Teknis penghitungan zakat tijaroh
1. Anggaran zakat di muka (sebelum haul atau pada haul)
Pada bulan Ramadhan 1420 H, seorang pedagang buah-buahan memulai usaha dengan membeli peralatan yang mendukung usahanya seperti gerobak seharga Rp. 500.000,-, biaya iklan dan publikasi perusahaannya Rp. 100.000,- dan biaya operasional (transportasi, kantong/pengemasan, dll.) Rp. 200.000,-. Kemudian membeli buah-buahan dari glosir perkilo seharga Rp. 10.000,- sebanyak 100 kg. dengan harga Rp. 1.000.000,-. Seminggu kemudian ia berbelanja lagi sebanyak 100 kg. = Rp. 1.000.000,- dengan menggunakan uang hasil penjualan Rp. 500.000,- dan tambahan pinjaman modal Rp. 500.000,-. Biaya transport Rp. 100.000,-. Bulan berikutnya ia mulai menghitung zakatnya sebagai kewajiban seorang muslim. Maka cara perhitungannya sebagai berikut :
a. Modal
Modal keseluruhan terdiri dari
- Pembelian gerobak Rp. 500.000,-
- Biaya iklan Rp. 100.000,-
- Biaya operasional Rp. 200.000,-
- Pembelian buah-buahan I Rp. 1.000.000,-
- Pembelian buah-buahan II Rp. 1.000.000,-
- Transport II Rp. 100.000,-
Jumlah : Rp. 2.900.000,-
Berdasarkan hadits MA NU’IDDU LIL BAI’ maka yang termasuk modal yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah jenis barang yang dijual yaitu buah-buahan dan kemasannya serta biaya yang berhubungan langsung dengan proses sampai siap jualnya barang tersebut. Maka yang temasuk modal hanya :
- Biaya iklan Rp. 100.000,-
- Biaya operasional Rp. 200.000,-
- Pembelian buah-buahan I Rp. 1.000.000,-
- Pembelian buah-buahan II Rp. 1.000.000,-
- Transport II Rp. 100.000,-
Jumlah : Rp. 2.400.000,-
Sehingga kewajiban zakat tijarohnya adalah 2,5 % dari Rp. 2.400.000,- = Rp. 60.000,-
Biaya pembelian gerobak tidak termasuk pada perhitungan modal yang terkena zakat tijaroh karena ia tidak dijual, sama dengan nilai sewa tempat, sukatan dan fasilitas yang tetap. Namun tetap ia terkena kewajiban zakat mal (zakat harta simpanan) jika sudah nishab yang sudah ada ketentuannya. Harus dibedakan antara gerobak dengan sewa gerobak. Jika sewa gerobak maka itu termasuk biaya operasional dan dimasukkan sebagai modal yang harus dizakati.
Jika ia akan menjual gerobaknya, maka zakat tijarohnya dilaksanakan setelah gerobak itu terjual dengan perhitungan modal dari standar harga gerobak bekas yang sejenis.
Adapun perhitungan dengan haul sama saja, hanya waktu perhitungannya dilakukan pada akhir tahun yaitu pada contoh ini pada Ramadhan 1421 H. Karenanya pedagang yang akan memakai metoda haul ini harus mencatat segala modal yang telah disiapkan untuk dijual sejak ia memulai usahanya.
2. Zakat tijaroh dari barang pribadi yang kemudian dijual
Misalnya, pada bulan Ramadhan 1420 H seseorang membeli mobil dengan niat untuk dipakai seharga Rp. 100.000.000,-. Setelah enam bulan mobil tersebut dijual seharga 90.000.000,- Maka, ia wajib mengeluarkan zakat tijarohnya 2,5 % dari standar harga barang second (bekas) atau dari total harganya, karena sudah termasuk MAA NU’IDDU LIL BAI’ yaitu ketika ia berniat menjualnya dan setelah terjadi transaksi.
Ada yang berpendapat bahwa yang wajib zakat tijaroh itu adalah pedagang sebagai profesinya, maka jika yang bukan pedagang tidak terkena kewajiban zakat tijaroh.
Hal ini telah menjadi perbincangan para ulama dan hal ini berkaitan dengan niat menjual. Makna MA NU’IDDU LIL BAI’ diartikan sebagai ia membeli dengan niat untuk dijual. Padahal dalam hadits ini tidak disinggung sumber atau cara kepemilikan barang untuk dijual tersebut. Salah satu bantahan pada mereka yang berpandangan seperti ini ialah:
- Asal harta milik adalah barang qaniyyah (untuk digunakan) bukan tijaroh (untuk perdagangan). Tijaroh adalah far’u (cabang). Sebagaimana muqim adalah asal dan safar adalah far’u. Ketika ia berniat untuk safar, ia tetap dipandang muqim sampai ia berangkat, baru dipandang safar. Maka barang yang niatnya sebagai qaniyah tidak dipandang sebagai tijaroh sampai terjadi penjualan (transaksi). Demikian pula, jika niatnya untuk dijual namun kemudian dipakai atau tidak dijual, maka tidak termasuk tijaroh.
Adapun jika melibatkan seorang simsar (calo) dalam penjualannya, maka kalau harganya sesuai dengan permintaan si pemilik, ia tidak terkena kewajiban zakat tijaroh. Namun jika simsar tersebut menentukan harga, misalnya si pemilik berkata : “Juallah mobil ini berapapun harganya, harga dari saya sekian…” Maka ia terkena kewajiban zakat tijaroh dengan perhitungan jumlah modal yang ditentukan oleh si pemilik. Karena hakekatnya ia telah membeli mobil tersebut dengan pembayaran ditangguhkan.

Penjualan yang keuntungannya kurang dari 2,5 %,
Wajibkan zakat ?
Kewajiban zakat bukan dilihat dari hasil keuntungannya, tetapi dari modal barang yang siap jual. Maka, penjual barang tetap terkena kewajiban zakat walaupun keuntungannya kurang dari 2,5 %, karena yang dikeluarkan untuk zakat tersebut sesungguhnya sudah ada dalam nilai modal yang dimiliki. Misalnya seorang pedagang beras bermodalkan Rp. 100.000,- dengan keuntungan (biasanya 1%) Rp. 1.000,- sedangkan zakat yang harus dikeluarkan Rp. 2.500,-. Memang jika dihitung dari keuntungan berarti kerugiannya Rp. 1.500,-, tapi jika dihitung dari modal, keuntungannya tetap Rp. 1.000,- dan tidak ada kerugian, karena ketika seorang muslim melaksanakan infaq shadaqah dan zakat, hakekatnya ia bukan mengurangi hartanya, tetapi justeru bertambah dan berkembang, baik materi maupun nilai keberkahannya.

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM














PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM

A. RIZQI, ANTARA RAHMAT & LAKNAT

“Dan Dialah yang telah menjadikan bumi itu mudah bagi kalian. Maka berjalan dan berusahalah di segala penjurunya dan makanlah dari sebagian rizqi-Nya, dan kepada-Nya lah kalian dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk/67:15)

***

Manusia, apapun statusnya, tetap membutuhkan pelengkap kehidupannya, terutama kebutuhan biologis seperti sandang, pangan, papan dan pasangan. Selama hidupnya di dunia ini, seluruh kebutuhan tersebut menghiasinya dan menjadi sarana untuk meraih kebahagiaan serta kesenangan. Karenanya, Allah SWT dalam ayat di atas menyatakan bahwa bumi dan isinya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia serta seluruh makhluk-Nya. Keseimbangan alam inilah yang akan mampu menjaga kelangsungan hidup manusia di dunia, yaitu dengan cara menjalani kehidupan yang baik dan berusaha atau berikhtiar mencari setiap rizqi yang bertebaran di setiap pelosok bumi. Ayat ini juga sebagai penjelasan bahwa ikhtiar merupakan titah Allah SWT kepada seluruh hamba-Nya dan Dia membenci orang yang tidak berusaha dengan menyalah artikan makna taqdir Allah SWT (Fatalisme).

Namun, dengan tegas ayat di atas juga mengingatkan manusia pencari rizqi akan Hari Kebangkitan yang pasti akan terjadi dan dialami setiap orang. Artinya, dunia dan seisinya merupakan kehidupan sementara yang harus benar-benar dimanfaatkan untuk mencapai kebahagiaan abadi di Akhirat kelak. Firman Allah SWT: “Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan penghibur (sementara), sedang tempat di Akhirat itulah hidup yang sebenarnya, andai mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut:64)

Dalam memahami ayat ini bukannya Allah melarang manusia memiliki dunia dan seisinya, tetapi orientasinya lah yang harus diluruskan yaitu untuk mencapai keridhaan Allah SWT di Akhirat kelak. Sebab harta, dunia, anak dan keturunan tidak bisa lepas dari setiap manusia, sebagaimana firman Allah SWT: “Harta dan putera-putera itu sebagai hiasan hidup di dunia. Sedang amal kebaikan yang kekal di sisi Tuhanmu lebih baik pahala dan harapannya.” (QS. Al-Kahfi:46)

Firman Allah ini mengisyaratkan akan pentingnya manusia berusaha menjadikan harta dan anak keturunan sebagai amal shalih bekal di Akhirat kelak. Inilah yang dimaksudkan dalam judul tulisan ini, rizqi bisa menjadi rahmat, bila digunakan dalam keshalihan, tetapi rizqi juga bisa berubah menjadi laknat, jika manusia lalai dari orientasi Akhirat dan amal shalih. (QS. 102:1-8)

Allah SWT tidak hanya memberi rizki kepada manusia, namun seluruh makhluq yang da di muka bumi ini tidak luput dari rahmat-Nya, firman-Nya:

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Hud:6)

Tidak hanya di bumi, Allah menjadikan langit sebagai fasilitas rizki dengan menurunkan hujan, sebgaimana dalam QS. Nuh:10-12:

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا(10)يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا(11)وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا(12)

maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Rizqi sebagai Rahmat

Rizqi ialah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh makhluk hidup, baik berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Adapun cara mendapatkan dan menggunakan rizqi, bisa dengan cara halal ataupun haram, misalnya riba, hasil curian, perjudian, penipuan, perampokan dan lain-lain. Karenanya Rasulullah SAW pernah mengingatkan tentang dua pertanyaan pada rizqi ini, sabdanya: “Setiap hamba akan ditanya pada hari qiamat tentang lima hal: 1) umurnya untuk apa dihabiskan, 2) masa mudanya dipakai apa, 3) hartanya dari mana didapatkan dan, 4) kemana digunakannya, 5) amalnya apa yang diperbuatnya.” (HR. At-Tirmidzi)

Untuk mengetahui apakah rizqi yang ada pada kita adalah termasuk rahmat atau laknat, dapat dilihat dari dua hal di atas, apakah cara mendapatkannya sesuai dengan syari’at Allah atau sebaliknya, apakah cara menggunakannya dibenarkan oleh agama atau tidak ?

Pertama-tama yang harus menjadi prinsip dasar mencari rizqi ialah bertujuan meraih ridla Allah SWT yaitu dengan taqwa dan semangat ibadah. Allah SWT berfirman dalam Hadits Qudsi kepada malaikat yang diserahi urusan rizqi Bani Adam, firman-Nya: “Hamba manapun yang kalian dapati cita-cita maupun tujuannya hanya satu (semata-mata untuk Akhirat), jaminlah rizqinya di langit dan bumi. Dan hamba manapun yang kalian dapati mencari rizqinya dengan jujur, berhati-hati untuk berbuat adil, berilah dia rizqi yang baik dan mudahkanlah baginya. Dan jika dia telah melampaui batas kepada selain itu, biarkanlah ia sendiri melakukan apa yang dikehendakinya. Dia tidak akan mencapai lebih dari apa yang telah Aku tetapkan untuknya.” (HQR. Abu Naim dari Abu Hurairah RA)

Firman Allah ini merupakan janji dari Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang bagi hamba-Nya yang berusaha dengan ikhlas. Akhlaq dalam mencari rizqi ini patut diperhatikan misalnya, jujur, adil, amanah, taqwa disamping juga tetap memperhatikan perintah Allah atau dzikrullah, sebagaimana firman Allah; “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melakukan dan menunaikan shalat pada hari Jum’at, bergegaslah kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah perniagaan, yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Apabila shalat telah ditunaikan, bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan selalu ingat kepada Allah supaya kalian beruntung.” (QS. 62:9-10)

Ambisi memiliki harta memang selalu ada, maka selayaknya kita bersikap zuhud dan qana’ah dalam memandang harta, tidak rakus dan tamak. Sabda Rasulullah SAW; “Lihatlah orang yang di bawahmu dan janganlah melihat orang yang di atasmu. Karena yang demikian itu lebih baik, supaya kamu tidak meremehkan nikmat karunia Allah kepadamu.” (HR. Al-Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah RA)

Kemudian rizqi yang telah kita miliki, dengan ikhlas kita infaqkan di jalan Allah SWT yaitu menggunakannya pada sesuatu yang diridlai oleh-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT; “Hai orang-orang yang beriman, berinfaqlah kamu dari sebaik-baik apa yang kamu hasilkan dan dari apa yang Kami keluarkan untuk kamu dari bumi. Dan janganlah kamu memilih yang jelek untuk kamu infaqkan.” (QS. 2:267)

Rizqi sebagai Laknat

Tentu saja, rizqi yang didapat dari sumber yang haram dan digunakan di jalan maksiat kepada Allah SWT akan menjadi laknat bagi dirinya. Rizqi hasil dari riba, pencurian, perjudian, perampokan, korupsi, penipuan atau dengan cara zhalim lainnya, bahkan rizqi yang diragukan kehalalannya atau syubhat jangan sampai menjadi sumber penghasilan kita, karena itu semua akan menjadi api neraka kelak, sebagaimana firman Allah; “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim sebenarnya mereka itu menelan api neraka sepenuh perutnya dan mereka akan dilempar ke dalam api yang menyala-nyala.” (QS. 4:10)

Akhlaq yang jelek dalam mencari dan menggunakan harta harus dihindari seperti bakhil, kikir, israf, tabdzir, takatsur, bermegah-megahan dan cara-cara maksiat lainnya. Firman Allah SWT;

“Kecelakaan bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak ! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? Yaitu api yang disediakan Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS. 104:1-9)

Firman Allah yang senada, dengan keras mengecam orang yang menimbun hartanya tanpa mengindahkan kaum yang lemah. Firman Allah SWT;

”...dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan (menggunakannya) pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapatkan) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam lalu dibakarkan pada dahi mereka, lambung dan punggung mereka, (lalu dikatakan) kepada mereka; “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At-Taubah:34:35)

Bahkan dalam sebuah Hadits Nabi SAW bersabda; “Demi Allah, bukanlah kefaqiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justeru aku khawatir (kalau-kalau) kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini memberi pelajaran kepada kita bahwa kehancuran sebuah masyarakat bukan karena rakyat yang miskin, tetapi disebabkan penduduk negeri ini sudah terbuai oleh kemewahan dan materialistis yang berakibat rizqi tidak lagi berkah, malah menjadi laknat bagi seluruh masyarakatnya.

Maka, jika kita ingin mengentaskan kemiskinan yang sekarang ramai dibicarakan, sebenarnya harus diawali dengan, “memasyarakatkan pola hidup sederhana” bagi orang-orang yang hidup di atas garis kemewahan, bukan sebaliknya.

Dalam ayat berikut ini Allah SWT menyatakan bahwa dunia dan segala isinya merupakan ujian dan cobaan bagi setiap muslim. Firman-Nya; “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi itu sebagai perhiasan agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik amal perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami akan menjadikan (pula) apa yang ada di atasnya menjadi tanah rata dan tandus.” (QS. 18:7-8)

B. KETIKA KUFUR NIKMAT

Rizki yang Allah berikan lebih dari cukup untuk bekal kehidupan manusia di dunia. Ketika mendapatkan limpahan rizki tersebut tidak sedikit manusia yang lalai kepada Pemberi rizki tersebut. Mereka enggan mengeluarkan zakat, karena merasa hasil jerih payahnya sendiri. Padahal sifat kufur nikmat tadi justeru berakibat murka Allah. Firman-Nya mengingatkan manusia:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A’raf:96)

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ(65)وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ مِنْهُمْ أُمَّةٌ مُقْتَصِدَةٌ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ سَاءَ مَا يَعْمَلُونَ

Dan sekiranya Ahli Kitab beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga yang penuh keni`matan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka. (QS. Al-Maidah:65-66)

Harapan dan do’a kita, mudah-mudahan Allah SWT menurunkan rizqi yang membawa rahmat dan memberkahi seluruh penduduk bumi dan negeri ini. Amien Ya Rabbal ‘Alamien.

C. BAHAYA TAKATSUR

“Telah melalaikan kamu perlombaan memperbanyak harta kekayaan, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui

akibatnya, dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim dan sesungguhnya kamu akan melihat benar-benar dengan ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang seluruh kenikmatan yang kamu rasakan.”

(QS. At-Takatsur/102:1-8)

Hidup di dunia memang tidak bisa dilepaskan dari yang namanya harta kekayaan atau materi. Karena dunia itu sendiri merupakan bentuk bendawi yang sifatnya konkrit dan mudah dilihat. Keberadaannya yang selalu lekat dan dekat dengan manusia bahkan meliputi seluruh badannya. Semuanya itu alam dunia yang fana dan sementara. Uang yang ada di kantong, baju yang dipakai, perhiasan yang melingkar di tangan, mobil yang berderet di gerasi, semuanya menghiasi kehidupan manusia di dunia ini. Hal itu telah disinyalir Allah SWT dalam firman-Nya: “Telah dihiaskan kepada manusia suka pada pemuasan syahwat yang berupa perempuan dan anak-anak serta menimbun harta, baik emas dan perak dan kendaraan yang mewah dan hewan ternak serta kebun-kebun kurma, itu semua kesenangan hidup dunia dan di sisi Allah-lah sebaik-baiknya tempat kembali.” (QS. Ali Imran:14)

Kecenderungan akan pemuasan dunia adalah merupakan insting yang sifatnya manusiawi sebagaimana penegasan ayat di atas. Karena pengertian dunia itu sendiri berasal dari kata “danaa” yang artinya rendah dan hina, dekat dengan manusia, namun rendah jika manusia telah diperbudak olehnya. Sebagaimana perumpamaan Rasulullah SAW, suatu hari beliau berjalan sekitar pasar, di sana ia melihat bangkai kambing yang telinganya cacat, maka Rasulullah SAW mengangkat telinganya dan berkata: “Siapakah di antara kalian yang ingin membeli ini dengan satu dirham ?” Mereka menjawab: “Tidak akan ada orang yang suka membelinya dan buat apa ? ”Nabi bertanya lagi: “Sukakah bila diberikan kepadamu cuma-cuma ?” Jawab mereka: “Demi Allah, andaikan ia masih hidup, iapun cacat, apalagi ia sudah menjadi bangkai.” Maka Rasulullah SAW berkata: “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih hina dalam pandangan Allah SWT daripada bangkai ini bagi kalian semua.” (HR. Muslim dari Jabir RA)

Perumpamaan ini amat menyadarkan mereka yang selama ini memandang dunia di atas segalanya dan melebihi batas sehingga lupa diri, akibatnya mereka menjadi materialistis yang berpandangan “takatsurisme” atau menimbun harta dan bermegah-megah sampai melupakan hakikat dirinya diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Namun, bukan berarti dunia tidak boleh dicari atau dimiliki oleh manusia, karena itu sudah merupakan sifat manusia yang telah ada sejak diciptakan ke dunia. Yang harus diperhatikan adalah jangan sampai harta duniawi itu melalaikan dan memperdaya dirinya. Sebagaimana firman Allah SWT: “Hai sekalian manusia, sungguh janji Allah itu benar, maka janganlah kamu terpedaya oleh kehidupan dunia ini dan janganlah kamu tertipu oleh suatu penipuan sehingga terlupa kepada Allah.” (QS. Luqman:33)

Peringatan Allah SWT ini menekankan kehati-hatian manusia akan bahaya duniawi apabila tidak dilandasi oleh iman kepada Allah SWT. Karenanya, sebelum berniat menguasai duniawi, ingatlah akan godaan yang sangat berat, mampukah kita menanggungnya ?, karena ternyata takatsurisme ini biasanya selalu melalaikan manusia selama hayat dikandung badan. Dan yang dapat mengingatkannya hanyalah kematian. Demikian pula setelah memiliki harta dengan niat yang baik, maka masalah selanjutnya ialah untuk apa harta tersebut ? Kemana akan digunakan? Rasulullah SAW mengingatkan;

“Celaka dan merugilah hamba dinar atau dirham, atau yang diperbudak kekayaan, kemewahan atau perhiasan, jika diberi ia senang dan jika tidak diberi, mereka tidak senang.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA)

“Kalaulah anak Adam (yaitu manusia) telah diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pastilah ia menginginkan lembah seperti itu yang keduanya, bila diberi yang kedua itu, pastilah ia menginginkan yang ketiganya. Perut manusia tidak akan ada kenyangnya kecuali dengan tanah (dikubur), tetapi Allah menerima taubat siapa yang bertaubat. (H.R. Bukhari)

Maka, selayaknya kita menyadari, bahwa harta tersebut bukan untuk kesenangan dan kemegahan belaka, tetapi sejauh mana kita menggunakannya di jalan Allah SWT. Harta bisa menjadi penghalang panasnya api neraka dan dinding yang memisahkan dua tempat berbeda yang kekal. Sabda Rasulullah SAW: “Tiga perkara yang mengikuti mayat, (1) keluarganya, (2) harta kekayaannya, dan (3) amal perbuatannya, maka dua perkara kembali yaitu keluarga dan kekayaannya, tinggallah amal perbuatan yang akan tetap menemaninya.” (HR. Al-Bukhari & Muslim dari Anas RA)

Jadi jelas bahwa penggunaan harta kekayaan duniawi akan dipertanyakan di Akhirat kelak, dari mana dia dapatkan ? dan kemana dia gunakan ? Maka yang paling beruntung ialah mereka yang menggunakan hartanya di jalan Allah SWT, baik dengan shadaqah, zakat maupun infaq fi sabilillah. Janji Allah SWT; “Sesungguhnya orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian hartanya dari rizqi yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam atau terang-terangan, mereka itu mengharapkan perhitungan yang tidak akan merugi.”( QS. Fathir:29)

Banyak sekali suri teladan para shahabat yang berjiwa dermawan, misalnya Utsman Bin Affan seorang saudagar namun tetap menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT atau Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menyerahkan seluruh miliknya untuk Allah dan Rasul-Nya. Demikian juga Rasulullah SAW. Abu Dzar RA pernah mengisahkan: “Ketika saya berjalan bersama Nabi SAW di jalan kota Madinah, kami menghadap Uhud, maka Nabi SAW berkata; “Saya tidak senang kalau umpamanya saya memiliki emas sebesar bukit Uhud ini, kemudian kutimbun sampai tiga hari walau sedinar, kecuali hanya untuk membayar hutang atau untuk saya bagi-bagikan kepada hamba Allah ke kanan kiri, ke depan dan belakang.” Kemudian Nabi SAW berjalan sedikit dan bersabda: “Ingatlah, orang yang banyak harta itu akan sedikit pahalanya di Akhirat kecuali yang mengeluarkan hartanya ke kanan kiri, ke depan ke belakang, tetapi sayang, sedikit sekali orang yang demikian.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)

Hadits ini menjelaskan kekhawatiran Rasulullah SAW apabila manusia sudah terbuai oleh harta kekayaannya. Memang adapula orang yang mampu menggunakan harta yang melimpah ruah tersebut di jalan Allah sehingga terhindar dari bahaya takatsurisme tadi, tetapi kata Rasulullah SAW jumlah mereka sangatlah sedikit. Umumnya, jika manusia telah menguasai harta dan menjadi kaya raya, mereka lupa diri dan lalai akan perintah Allah SWT.

Al-Quran surat at-Takatsur di atas merupakan khabar Insya’i yang menuntut kesadaran kita dari harta yang melalaikan. Suatu hari Abdullah Bin Asy-Syiskhir RA datang kepada Nabi SAW ketika beliau membaca “alhakumuttakatsur..” kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Bani Adam akan berkata: “Hartaku, hartaku”, “Apakah bagianmu dari hartamu selain yang kamu makan sampai habis dan kamu pakai sampai rusak atau kamu sedekahkan dan tetap menjadi simpananmu atau tersimpan untukmu.” (HR. Muslim)

Kerudungku Bagus Ramadhan

Kerudungku Bagus Ramadhan